News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Menengok Kehidupan Warga Bunaken Kepulauan

Editor: Mohamad Yoenus
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNNEWS.COM, MANADO -- Aroma masakan yang tercium dari kediaman Anna Laikun (55), di Lingkungan VII Kelurahan Bunaken Kecamatan Bunaken Kepulauan Manado, Sulawesi Utara,  memicu rasa lapar.

Ketika disambangi, Jumat (6/5/2016), penduduk Kota Manado yang tinggal di pesisir pantai Lingkungan VII atau lebih dikenal dengan Pulau Siladen ini, sedang memasak gurita atau mereka sebut boboca.

Masakan itu jadi sangat tercium karena dicampur bunga pohon pepaya.

Namun, Anna memasaknya dengan bergelimang air mata.

Pasalnya, ia memasak masakan tersebut menggunakan perapian yang diletakkan di tanah samping rumah yang asapnya mengepul ke matanya.

Sementara, di belakangnya duduk beberapa anggota keluarga lainnya yang sedang membersihkan sayur kangkung.

Kondisi ini terjadi lantaran daerah wisata ini masih sulit mencari tempat penjualan tabung gas.

"Sebenarnya ada kompor gas, tapi untuk mendapatkan gas harus beli di Manado (dalam kota)," ujar Anna di sela memasak.

Ia menambahkan, untuk ke dalam kota harus menempuh perjalanan laut yang memakan waktu lebih dari dua jam.

Sedangkan saja untuk mengurus keperluan yang berhubungan dengan kantor kelurahan, mereka harus naik perahu katinting menuju Pulau Bunaken memakan waktu sekitar 90 menit sekali berangkat dan menghabiskan tiga botol bensin untuk pulang-pergi.

Sementara, untuk memasak makanan atau mencuci sayuran mereka menggunakan air hujan yang ditampung.

"Karena semua air sumur di sini payow (bergaram), hanya bisa untuk mandi," kata dia.

Bila ada anggota keluarga yang sakit parah, baik siang atau malam mereka harus membawanya dengan perahu ke Manado.

"Dokter yang bertugas di sini, sudah sejak enam bulan silam belum pernah kembali," tambah Anna.

Meski begitu, daerah yang tampak cukup maju karena hampir seluruh bangunan penduduknya dibangun permanen.

Sedangkan jalan yang menyambungkan setiap lokasi, hanya bisa untuk dilalui sepeda motor atau jalan setapak.

Bocah-bocah selalu terlihat riang gembira bermain di sekitar pantai.

Tak ada bangunan sekolah lain selain bangunan sekolah dasar, sebagian besar kaum lelaki berprofesi sebagai nelayan dan sebagian kecil bekerja di beberapa resort yang tersebar di pulau itu.

"Kalau ingin lanjutkan sekolah ke SMP dan seterusnya harus keluar pulau," kata Anna yang kala itu mengenakan kaus hitam dan celana pendek.

Kebanyakan warga di situ melakukan aktivitasnya di luar rumah lantaran tak ada listrik saat siang.

Anna mengungkapkan, hanya pada pukul 18.00 hingga 23.00 Wita setiap rumah di pulau itu menikmati listrik.

Itu pula diberikan sejumlah resort menggunakan genset di pulau yang juga terkenal keindahan alam bawah laut serta pasir putih halus seperti tepung ini.

Keadaan memiriskan itu, sudah menjadi hal biasa bagi para warga yang tinggal puluhan tahun di situ.

"Begitulah risiko tinggal di kepulauan," pungkas Anna.

Di waktu berbeda, kondisi masyarakat di Pulau Bunaken tampak banyak kemajuan.

Beberapa waktu lalu, lokasi tempat penjualan di Pantai Pulau Bunaken ini milik pemerintah sehingga para warga yang berjualan dibebaskan dari biaya sewa.

Namun setelah terjadi sengketa, hanya warga yang bersedia menyewa tempat yang bisa menempatinya.

Dari pengamatan Tribun Manado, kala itu sangat banyak pengunjung baik wisatawan lokal maupun mancanegara.

Begitu juga dengan ramainya penjual di lokasi itu, dari aksesori, pakaian, hingga penyewaan perlengkapan selam.

"Kita memang lagi liburan, sudah lama memang ini terkenal. Saat ini kami siap untuk diving," ungkap Ina Silas (47), wisatawan lokal yang datang dari Surabaya bersama anggota keluarga lainnya.

Mereka menyewa belasan alat selam untuk melakukan snorkeling dan diving. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini