Laporan Wartawan Surya, M Taufik
TRIBUNNEWS.COM, GRESIK - Kupat Ketek, kuliner khas Lebaran Ketupat ini hanya ada di Gresik.
Meski secara fisik bentuknya hampir sama dengan ketupat pada umumnya, tapi sejatinya banyak sekali perbedaan antara Kupat Ketek dengan ketupat lain.
Penganan ini bahan dasarnya adalah ketan, dan cara memasaknya juga menggunakan khusus.
“Cara memakannya juga berbeda. Kupat Ketek dimakan pakai kelapa yang diparut, rasanya lebih gurih,” kata Inem, ibu pembuat Kupat Ketek di Desa Ngargosari, Kecamatan Kebomas, Gresik, Selasa (12/7).
Nama Kupat Ketek diambil dari nama air khusus yang dipakai untuk memasaknya, yakni Air Ketek.
Air ini terbilang langka, karena tidak di semua lokasi ada. Salah satu sumber air ketek yang tersisa ada di Ngargosari.
Surahman, suami Inem harus naik turun bukit untuk mendapatkan air yang warnanya kecoklatan tersebut.
Jaraknya memang tidak terlalu jauh dari rumahnya, hanya beberapa ratus meter, tapi karena medan yang sulit menjadi alasan kenapa jarang ada orang hendak membuat Kupat Ketek mengambil sendiri airnya meski tahu lokasinya.
Sumber air itu berada di bawah bukit Giri, dekat dengan bekas pabrik pengolahan kayu.
“Harus jalan kaki, naik turun dan melewati rawa. Debit airnya juga kecil, sehingga tidak bisa langsung mengambil dalam jumlah banyak,” kata pria kelahiran tahun 1955 tersebut.
Dibantu dua anak lelakinya, pria asli kelahiran Bangkalan Madura ini harus mengambil air menggunakan timba kecil, kemudian dimasukkan ke dalam jirigen.
Lalu, jirigen berisi air ketek itu diangkat dengan pundaknya menuju ke rumah.
“Kalau hari-hari biasa, mengambil air untuk dipakai sendiri. Tapi pas menjelang Kupatan seperti sekarang, air ketek laku dijual karena banyak orang yang juga membuat Kupat Ketek di rumahnya masing-masing,” lanjutnya.
Karena itulah, setiap menjelang Kupatan, dia selalu memasang dua drum di depan rumahnya.
Di bagian atas ditempeli papan kecil bertuliskan “Jual Air Ketek”.
Harganya, satu jirigen berisi 25 liter air ketek dijual Rp 15.000. (*)