Laporan Wartawan Tribun Jogja, Hendra krisdianto
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Sebagian besar orang awam mungkin tak tahu ke mana perginya lokomotif dan gerbong kereta api yang sudah pensiun.
Rupanya, aset milik negara tersebut disimpan di sejumlah tempat milik PT KAI, yang tak bisa semua orang bisa melihat dengan mudah.
Salah satunya adalah Balai Yasa Yogyakarta, yang menjadi tempat penyimpanan lokomotif tua dari semua daerah di pulau Jawa. Ada 25 lokomotif di sana, yang dulunya mulai beroperasi tahun 1960-an.
Puluhan lokomotif diesel hydraulic itu diletakkan di tanah kosong yang ada di Balai Yasa.
Saat melihat lokomotif afkir itu, pengunjung bisa sejenak bernostalgia, membayangkan bagaimana gagahnya benda itu saat berjalan di atas rel.
Menurut Eko Purwanto, EVP Balai Yasa Yogyakarta, biaya perawatan lokomotif itu cukup mahal.
Suku cadangnya harus order khusus ke pabrik, yang sebagian besar berada di Jerman. Selain itu, kekuatan dan daya tariknya kecil.
Oleh karena itu, lokomotif tersebut dipensiunkan dan diganti dengan lokomotif diesel electric yang saat ini beroperasi.
Beberapa yang dikebunkan di Balai Yasa di antaranya BB300, BB301, BB303, BB304, CC200, D300 dan masih banyak lagi yang lain.
Pihak Balai Yasa berupaya untuk menjaganya agar tetap utuh karena merupakan aset negara.
"Kantor pusat yang menentukan akan diapakan. Di Balai Yasa kita jaga agar tetap utuh. Kita unsepur, diletakkan di tanah kosong," papar Purwanto.
Dari puluhan lokomotif yang "dikuburkan" di Balai Yasa, ada dua lokomotif yang sempat saling bertabrakan saat Tragedi Bintaro terjadi pada 19 Oktober 1987.
Purwanto membenarkan bila lokomotif maut itu masih ada di sana.
Dari isu yang beredar, banyak pegawai Balai Yasa yang enggan mendekatinya karena menyimpan aura mistis. Purwanto pun tak menampik soal adanya cerita mistis yang beredar.
Namun, selama ia bertugas di sana, hal-hal mistis itu tak mengganggu kerjanya.
"BB304 nomor seri lupa. Cerita mistis ada, bahkan tidak cuma soal itu (lokomotif yang terlibat kecelakaan di Bintaro). Tapi enggak masalah, pekerjaan tetap lancar," tambahnya.
Terpisah, Eko Budianto, Manajer Humas PT KAI Daop VI menjelaskan, lokomotif yang sudah tak beroperasi sengaja disimpan di Balai Yasa, karena tempat di pusat gudang logistik KAI sudah tak mencukupi.
Bila dipaksakan ditempatkan di gudang logistik bersama sparepart dan gerbong, maka dikhawatirkan akan menjadi kumuh.
Pada tahun 1980-an sampai 1990-an tambah Eko, pernah ada pelelangan sejumlah lokomotif karena yang disimpan sudah terlalu banyak. Namun sejak saat itu, ia belum pernah mendengarnya lagi.
"Kalau tempat penyimpanan yang di stasiun Purwakarta kan KRL, commuter line. Kalau Balai Yasa lokomotif dari semua daerah di Jawa," ungkap Eko.(*)