Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lendy Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kalau petahana tidak cuti kampanye, maka penyalahgunaan kekuasaan bisa terjadi.
Itu dinyatakan saksi ahli Syaiful Bahri dalam sidang lanjutan gugatan Undang-undang No. 10 tahun 2016 pasal 70 ayat 3 yang diajukan Basuki Tjahaja Purnama alias, di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (19/10/2016).
Undang-undang itu mengenai keharusan cuti bagi calon petahana selama kampanye pilkada berlangsung.
"Apalagi, jika lawan yang dihadapinya entah sebagai sesama calon kepala daerah atau wakil kepala daerah, adalah bawahannya yang masih duduk di dalam jajaran pemerintahan daerah," tuturnya.
"Rivalitas yang hadir menjadi tidak sehat, bisa terjadi pergeseran jabatan rival, penggantian posisi, atau bahkan mutasi, dan demosi bagi rival yang sama-sama mengikuti pilkada," tambah Syaiful.
Dia menjelaskan wajibnya petahana untuk cuti saat kampanye akan meminimalisir hal tersebut sehingga mutasi dan rotasi tidak akan terjadi.
Selain itu, penyalahgunaan kekuasaan juga bisa terjadi, pada calon petahana dengan cara menggunakan fasilitas kedinasan yang melekat pada jabatannya.
Misal, lanjut dia, menggunakan mobil dinas untuk kepentingan kampanye.(*)