"Inilah yang harus digarisbawahi. Bahwa pembentukan UU atau perubahan UU khususnya yang berkaitan dengan MK harus dihindarkan sejauh mungkin atau malah dibatasi tidak boleh kebutuhan itu karena adanya akomodasi politik atau karena adanya kebutuhan-kebutuhan politik," kata dia.
"Mengapa demikian? Karena itu akan dikaitkan dengan fungsi MK sebagai pihak ketiga netral ketika terjadi persoalan-persoalan atau sengketa antara warga negara dengan negara," sambung dia.
2. Tidak Patut Dilaksanakan pada Masa Lame Duck
Masa lame duck, kata dia, yakni masa di mana pihak-pihak yang sedang sedang berkuasa tengah menghadapi akhir-akhir masa jabatan.
Menurutnya, meski kekuasaan tersebut masih mempunyai legitimasi di masa tersebut, namun di antara mereka akan ada orang-orang yang tidak akan berkuasa lagi pada periode berikutnya di antaranya karena tidak terpilih lagi.
"Maka secara fatsun politik seharusnya mereka tidak mengambil keputusan-keputusan yang akan memberikan dampak yang luas krpada pemerintahan dan juga masyarakat di masa yang akan datang," kata dia.
3. Minim Partisipasi Bermakna
Menurutnya, tidak ada dokumen yang dapat diakses terkait RUU tersebut.
"Apalagi keterlibatan secara aktif dari masyarakat (dinyatakan) sebagaimana diamanatkan dalam pasal 96 a UU 13/2002 yaitu hak untuk didengar, dipertimbangkan, dan mendapatkan penjelasan," kata dia.
4. Materi Muatan RUU yang Dapat Melemahkan Independensi
Secara substansi, menurutnya RUU tersebut memuat sejumlah hal yang dapat melemahkan independensi MK di antaranya masa jabatan hakim dari 15 tahun menjadi 10 tahun.
Selain itu juga, pasal 23 A yang dapat ditafsirkan maknanya lembaga pengusul hakim konstitusi (presiden, DPR, dan Mahkamah Agung) dapat melakukan evaluasi terhadap hakim konstitusi.
Baca juga: Penampakan Rumah Mewah dan Mobil Mercy SYL yang Disita KPK
Selanjutnya, ketentuan peralihan tersebut diberlakukan surut.
Kemudian, kata dia, juga terkait dengan keterlibatan lembaga pengusul dalam penentuam keanggotaan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Selain itu, kata dia, ketentuan di mana hakim konstitusi tetap menjadi anggota MKMK.
"Persoalannya adalah bagaimana kemudian hakim konstitusi juga diadukan sebagai diduga melakukan pelanggaran etik. Apakah itu lagi-lagi tidak terjadi conflict of interest?" kata dia.
5. Proses Bermasalah Secara Internal
Menurutnya dari pemberitaan diketahui bahwa kesepakatan antara pemerintah dan DPR dilakukan di masa anggota DPR reses secara sembunyi-sembunyi.