Membangun Bisnis Dengan Pertemanan
Heru yang berbakat dagang dari orang tuanya itu memulai bisnis pakaian sejak duduk di bangku sekolah dasar pada 1986.
Memulai sebuah usaha memang membutuhkan ketekunan, modal dan kerja keras, tapi ada aset yang tak kalah berharga, yakni pertemanan.
Seorang enterpreneur yang berpikir maju tidak akan meninggalkan yang namanya pertemanan dalam karir mereka dari berbagai kalangan.
“Teman adalah aset yang tidak ternilai harganya dan menjadi aset yang dapat membantu mengembangkan bisnis,” kata Heru Cahyono, seorang pedagang batik asal Kota Solo, baru-baru ini.
Pemilik gerai batik Omah Laweyan di kawasan Kampoeng Batik Laweyan, Solo itu menilai pentingnya menjalin sebuah persahabatan atau networking dalam setiap kesempatan.
Terlebih bagi seorang pedagang, lanjutnya, menjalin persahabatan dengan berbagai kalangan akan dapat memperlancar usahanya dalam berdagang batik.
Heru yang berbakat dagang dari orang tuanya itu memulai bisnis pakaian sejak duduk di bangku sekolah dasar pada 1986 dengan ikut membantu usaha dagang kelontong dan pakaian milik keluarganya.
Karena sifatnya yang supel, mudah bergaul dan ulet, Heru yang awalnya menjajakan pakaian dan perlengkapan sekolah kepada teman-teman sekolahnya berkembang menjadi pedagang batik keliling di kios-kios pasar di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Ilmu “pertemanan” itu juga diajarkan kepada dua anaknya, sehingga nantinya mereka “luwes” memasuki pergaulan berbagai kalangan dimanapun mereka berada.
Dari awal merintis usaha sejak 15 tahun silam itulah Heru kemudian membangun relasi dengan semua pemilik kios pakaian.
“Saya memanfaatkan network, sumber daya manusia dan pasar, sehingga jaringan banyak dan semuanya berasal dari keakraban yang terjalin bertahun-tahun,” ungkapnya.
Sejak 15 tahun lalu itu pula Heru menjadi nasabah PT Bank Central Asia (BCA) Tbk (Bank BCA), bahkan modal berdagang kelilingnya juga didapatkannya melalui pinjaman dari bank swasta nasional terbesar di Indonesia itu. Tak butuh waktu terlalu lama, Heru lalu membuka usaha gerai batik Omah Laweyan yang juga dibantu dengan dana pinjaman dari BCA. “Saya menjadi nasabah BCA sudah 15 tahun, pada tahun 2000 ketika meminta pinjaman kredit, saya di support penuh oleh BCA. Ibaratnya kami itu mitra,” ujarnya.
BCA tidak hanya memberikan pinjaman dana untuk permodalan, tapi juga fasilitas untuk mempermudah transaksi di gerai batiknya, yaitu Electronic Data Capture (EDC).
EDC BCA memberikan kemudahan baik bagi dirinya sebagai pedagang maupun pelanggannya. Dengan EDC, pelanggannya tak perlu repot membawa uang tunai dalam jumlah besar untuk berbelanja. Di sisi lain, pelanggan maupun pedagang juga akan merasa lebih aman dan nyaman, karena dapat terhindar dari kemungkinan mendapatkan uang palsu atau terjadi selisih dalam transaksi. Menurut Heru, kini pembayaran menggunakan kartu kredit dan debit BCA di gerainya mencapai 75%, jauh lebih besar jika dibandingkan dengan pembayaran tunai.
Tidak hanya Omah Laweyan yang menggunakan EDC, gerai-gerai batik miliknya kini memiliki fasilitas serupa. “Saya berharap, tidak hanya EDC yang dapat dimanfaatkan di gerai yang ada, tapi juga tersedia ATM [Anjungan Tunai Mandiri] BCA,” ujarnya.
Heru kini dibantu sedikitnya 60 orang karyawan dari berbagai gerai yang dimilikinya dari toko di Yogyakarta, Semarang dan Bali hingga di butik batiknya yang juga dibuka di hotel berbintang seperti di Solo Paragon Hotel dan Hotel Sahid Kusuma.
Saat ini, gerai batik Omah Laweyan hanya menjual jenis batik yang diproses secara manual yaitu batik tulis, batik cap serta kombinasi dengan harga jual dari Rp200.000 hingga Rp7 juta. Aneka motif kuno pun masih dipertahankan, diantaranya parang, sekar jagad, truntum, cuwiri hingga sidomukti. Untuk melengkapi gerainya, Heru juga menyediakan berbagai produk fashion seperti tas dan sandal batik, sarung bantal kursi batik, sprei batik, cinderamata hingga aneka perhiasan dari perak.
Bisnis batik Heru pun telah berhasil menembus pasar mancanegara, yakni Jepang, Singapura dan Malaysia. Bahkan, di pasar domestik, omsetnya melonjak 300%, berawal ketika Malaysia mengklaim batik sebagai warisan budaya leluhurnya.
Namun, perkembangan bisnis tersebut bukan tanpa kendala, karena masih ada masalah ketersediaan pengrajin batik yang belum mencukupi kebutuhan. sehingga Heru pun tergerak mengadakan program pelatihan membatik untuk mencari bibit-bibit pengrajin.
Kepeduliannya terhadap pelestarian batik dan meregenerasi pengrajin-nya itu diwujudkannya melalui program pelatihan membatik secara gratis di tingkat taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas di Kabupaten Pringsewu, Lampung.
Di gerai Omah Laweyan sendiri, para pengunjung juga dapat menyaksikan bagaimana cara membatik.
“Bagi saya, keberhasilan berakar dari empat pilar yang selalu dipegang, yakni kejujuran, komitmen, berbagi dengan orang lain, dan selalu mendoakan orang tua,” tutur Heru penuh keyakinan. (*)
BCA Senantiasa di Sisi Anda.
(BERITA BCA)