BI: Redenominasi Baru Sebatas Wacana
Rencana BI terkait redenominasi rupiah tanpa mengurangi nilai dari uang tersebut masih sebatas kajian
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Widiyabuana Slay
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Rencana Bank Indonesia terkait redenominasi rupiah atau pengurangan nilai pecahan rupiah tanpa mengurangi nilai dari uang tersebut masih sebatas kajian dari BI dan penerapan redenominasi itu butuh waktu transisi sedikitnya lima tahun.
"Misalnya selama itu pedagang (yang bertransaksi rupiah) wajib mencantumkan label dalam dua jenis mata uang yakni uang lama yang belum dipotong dan uang baru (yang nolnya sudah dipotong) sehingga tercipta kontrol publik," kata Kepala Biro Humas BI Difi A Johansyah kepada Tribunnews.com, Senin (2/8/2010).
Namun dia menegaskan redenominasi berbeda dengan sanering jaman dulu karena perlu dihindari dampak yang merugikan masyarakat.
"Redenominasi butuh waktu dan persiapan yang lama dan matang termasuk sosialisasinya dan harus betul-betul berdasarkan kebutuhan masyarakat dan ekonomi. Sehingga dirasakan manfaatnya. Sehingga sampai sekarang masih merupakan kajian riset di BI saja," kata Difi.
Beda dengan redenominasi, praktek sanering adalah pemotongan nilai tukar. Dalam sanering, nilai tukar dikurangi sehingga nilai uang masyarakat berkurang.
"Kalau sanering, nilai uang dipotong terhadap barang, yang nolnya dipotong hanya uangnya aja, tapi harga barang gak dipotong. Kalau redenominasi semuanya dipotong nolnya," kata dia.
Menurut dia di banyak negara yang sukses melakukan redenominasi, hanya dilakukan pada saat inflasi dan ekspektasi inflasi stabil dan renda karena di negara negara tersebut, intinya adalah penyederhanaan akunting dan sistem pembayaran saja tanpa menimbulkan dampak bagi ekonomi.
"Pengalaman di negara lain itu tidak bertambah pada penambahan cetak uang karena unit lembarannya relatif sama. Karena ini penyederhanaan numerikal, yang mengalami perubahan adalah sistem akunting dan teknologi informasi," ujarnya