BPH Migas Lebih Pilih Naikkan Harga BBM
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas sebagai salah satu penggagas program Pembatasan BBM bersubsidi mengaku sulit.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Yulis Sulistyawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) sebagai salah satu penggagas program Pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi mengaku sulit untuk melakukan program tersebut.
Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) Adi Subagyo bahwa salah satu jalan yang sangat memungkinkan bagi pemerintah menyelamatkan dan mengamankan anggaran hanyalah dengan menaikkan harga jual BBM.
Adi menjelaskan bahwa “sangat sulit memberlakukan pembatasan BBM bersubsidi”.
“Saya kira opsi kenaikan harga lebih memungkinkan,” tegasnya, saat dikonfirmasi mengenai pandangan Menteri Keuangan Agus Martowardojo bahwa kemungkinan pembatasan BBM diberlakukan Juli mendatang di seluruh Jawa, Rabu (2/3/2011).
Sebelumnya, Menkeu mengungkapkan bahwa pelaksanaan pembatasan BBM subsidi akan ditunda dari rencana awal pada April nanti. Pemerintah menyiapkan opsi pelaksanaan di Juli dan dilakukan sekaligus di seluruh Jawa.
"Kalau ditunda Juli tapi bisa kita optimalkan ke seluruh Jawa," ujar Agus Martowardojo di Hotel Nikko, Jakarta, Rabu (2/3/2011).
Terkait hal itu, Adi menjelaskan jika pembatasan konsumsi BBM bersubsidi ini tetap diterapkan, maka dikhawatirkan kebijakan ini akan malah menjadi boomerang dan pukulan bagi masyarakat.
Belum lagi menurutnya, krisis di Timur Tengah yang membuat trend harga minyak dunia cenderung naik. Hal itu malah akan menambah bebat beban masyarakat.
Saat ini saja harga minyak dunia sudah di level 115 dolar AS per barel. Sehingga harga pertamax kembali tembus Rp8.000/liter. "Kalau harga minyak dunia naik terus, harga bahan bakar non subsidi ini semakin tinggi saja,” jelasnya.
Adi melanjutkan bahwa selisih harga jual pertamax dengan premium kini tampak semakin jomplang. Dan itu bakal mengguncang daya beli masyarakat.
Untuk diketahui, bahwa selisih harga pertamax dengan premium sekitar Rp3.500/liter. Menurutnya, dengan fakta tersebut maka masyarakat kembali beralih menggunakan premium.
“Kalau disparitas makin jauh lagi, makin banyak masyarakat yang bakal beralih lagi ke premium,” terangnya.
Dengan kenyataan seperti itu, kini keputusan ada di tangan pemerintah, untuk memilih opsi yang mana yang akan ditempuh. Namun dirinya menilai langka menaikkan harga BBM lebih baik daripada melakukan pembatasan.
Dia menambahkan pula bahwa persoalannya, apakah pemerintah mau menaikkan harga BBM. “Ini memang dilematis,” ucapnya.