Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Ketika Panas Bumi Jadi Idola Pemerintah

TARIK ulur subsidi bahan bakar minyak kerap dilakoni pemerintah Indonesia. Tarik ulur ini akan semakin panas, bila harga minyak dunia meroket.

Penulis: Ade Mayasanto
zoom-in Ketika Panas Bumi Jadi Idola Pemerintah
Tribun Pekanbaru/ Vlad
Kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium alias Bensin, dalam beberapa hari ini semakin parah. Minggu (6/3/2011) hampir semua SPBU kosong di Pekanbaru. 

Tak mau tanggung-tanggung, pemerintah menerbitkan juga Undang-Undang Nomor 27 tahun 2003 tentang panas bumi, dan Peraturan Pemerintah Nomor 59 tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi.

Informasi yang dihimpun, Ditjen EBT dan KE Kementerian ESDM menetapkan regulasi usaha panas bumi dengan porsi penguasaan sumber daya oleh negara. Bukan hanya itu, operator dilakukan oleh pemegang Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) atau kontraktor.

Selain itu, penetapan wilayah kerja ditentukan pemerintah, dan izin usaha akan diterbitkan sesuai kewenangan wilayah. Bila berlokasi di kabupaten, kewenangan dipegang Bupati. Bila lokasinya lintas kabupaten, kewenangan diambil Gubernur. Bila lintas provinsi, Menteri ESDM yang memangku kewenangan.

Hal terpenting yang diatur dalam regulasi usaha panas bumi adalah efisiensi pengusahaan atau penetapan harga jual senilai 9,7 sen dolar AS per KWH,  dan menjamin perlindungan konsumen serta memfasilitasi hubungan komersial.

Tidak hanya itu, pemerintah pada Februari 2011 lalu juga telah memberikan insentif atas pengembangan energi panas bumi. Pemerintah menyediakan insentif fiskal berupa pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) atas impor barang untuk kegiatan usaha hulu eksplorasi minyak dan gas bumi serta panas bumi selama 2011 melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.011/2011.

Insentif ini diberikan mengingat modal awal eksplorasi panas bumi, tidaklah sedikit dibanding berbisnis energi fosil. Pemerintah setidaknya membutuhkan investasi 30 miliar dolar AS atau sekitar Rp 270 triliun untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga panas bumi hingga 2025.

Kendati sejumlah kemudahan telah diberikan pemerintah, investor belum juga berbondong-bondong menanamkan investasi di sektor panas bumi. Atas hal ini, Kementerian ESDM membuat gebrakan baru. Kementerian ESDM mengajukan amandemen Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi ke Komisi VII DPR. Pemerintah menilai, UU tersebut menjadi batu sandungan investor lantaran tidak mengakomodasi pengembangan usaha panas bumi di WKP yang berada di kawasan hutan lindung, hutan konversi, taman buru, hutan produksi, taman nasional dan hutan suaka alam. Alasannya, panas bumi tidak akan maksimal bila dilakukan di kawasan hutan.

BERITA TERKAIT

Masalah bukan hanya soal WKP di kawasan hutan. Masalah baru yang dihadapi adalah menyangkut beban biaya pemanfaatan panas bumi yang ternyata meningkat di atas batas maksimum. Apalagi, PLN tidak mau membeli energi panas bumi bila melebihi patokan harga jual sebesar 9,7 sen dolar AS per KWH.

Masalah daya saing soal harga, lagi-lagi menjadi masalah industri terbarukan dengan harga bahan bakar atau listrik yang bersumber dari energi fosil. Hingga kini, pemerintah pun belum ada tanda-tanda akan menaikkan harga patokan pembelian energi panas bumi. Akankah energi panas bumi bakal bernasib sama seperti energi biji jarak yang mati suri di tengah angan-angan melupakan energi fosil ?

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas