Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Mau Bawa Spa ke Jepang? Jangan yang Plus-plus ya!

Indonesia memang sarat dengan dunia pariwisata mulai hotel, restoran sampai ke bidang spa dengan minyak pijat

Editor: Widiyabuana Slay
zoom-in Mau Bawa Spa ke Jepang? Jangan yang Plus-plus ya!
TRIBUNNEWS.COM/RICHARD SUSILO
Satu dari sejumlah tradisi yang masih dilakukan di Jepang. 

Richard Susilo *)

TRIBUNNEWS.COM - Indonesia memang sarat dengan dunia pariwisata mulai hotel, restoran sampai ke bidang spa dengan minyak pijat (massage oil), essential oil, dan juga dupa (incense). Potensi yang besar ini ingin diarahkan ke Jepang. Apa bisa?

Kenyataan yang ada ekspor produk spa ke Jepang dimonitor ketat dan banyak dilakukan oleh orang Jepang yang tinggal di Bali.

Sebagai Direktur Asosiasi Spa Jepang, penulis mencatat di seluruh Jepang ada sekitar 20-an spa besar, spa yang benar-benar serius bergerak di bidang spa. Bukan spa plus plus plus atau spa yang praktis hanya berendam air panas. Biasa disebut Onsen, tempat pemandian air panas.

Apa sebenarnya spa? Bagian dari kehidupan manusia. Mulai dari pengenalan kesehatan manusia itu sendiri, lalu di-treated atau ditangani bagian yang kurang baik (gizi misalnya), olahraga, jogging, stretch, pijat, berendam dan solusi serta nasihat maupun kalau perlu makanan kesehatan, di akhir proses spa, tidur pulas.

Jelas sekali yang bernama spa tidaklah sesederhana yang kita lihat sekarang, pijat, lulur, maskering dan berendam. Tetapi spa lebih kepada solusi pemulihan kesehatan dan kesegaran. Untuk itu dipakailah beberapa produk seperti produk aroma yang kita kenal misalnya essential oil, dan sebagainya.

Nah, apabila sudah menyangkut produk, seringkali  kontrol kualitas (quaity control=QC) sangat rendah dilakukan manusia Indonesia. Cepat puas. Kalau sekali sudah baik langsung puas dan yakin yang kedua kali pasti juga bagus.

Berita Rekomendasi

Kenyataan yang ada di lapangan, produksi kedua kali sudah menurun kualitasnya dan ketiga kali bahkan sampai amburadul tak keruan. Inilah kenyataan yang terjadi di masyarakat Indonesia. Setidaknya itu yang dihadapi penulis saat impor berbagai produk spa dari Indonesia ke Jepang.

Memang bahan baku produk spa cukup berlimpah. Ini yang membuat Indonesia jadi sasaran asing membeli produk spa. Lihat saja bunga mawar cukup banyak, bunga melati cukup banyak dan sebagainya. Tinggal dikembangbiakkan, tak masalah karena tanah Indonesia subur, lalu dipanen dan diproses lebih lanjut.

Mulai saat panen bunga itulah QC Sumber Daya Manusia Indonesia sudah terlihat kurang baik. Mencampur bunga mawar misalnya, yang sudah layu atau busuk dengan bunga mawar yang masih segar. Kalau mulai tingkat panen dan pengumpulan bunga saja tidak dilakukan QC yang baik, tentu saja di akhir proses akan  menghasilkan kualitas produk kurang baik.

Bagi Jepang, semua produk itu akan masuk laboratorium, diperiksa ketat kadar potensialnya. Essential Oil yang baik tentu yang 100 persen. Kadang dengan kenakalan orang Indonesia, oil itu dicampur dengan oil lain. Hal itu jelas ketahuan dengan mudah saat pengecekan di laboratorium.

Orang Jepang sangat teliti. Setiap produk impor pasti diteliti kembali berulang-ulang. Hasilnya pasti akan segera diketahui aspal (asli tapi palsu) karena sudah campuran.

Ya sudah harganya dimurahkan bagaimana? Bukan soal harga dimurahkan dalam negosiasi bagi pengusaha Jepang. Tetapi commitment  atau kesepakatan kita dengan mereka.

Misalnya kesepakatan 100 persen essential oil, walau hasil akhir hanya 99,9 persen essential oil, hal ini jelas melanggar kesepakatan dan tak dapat diterima oleh pengusaha Jepang. Aneh banget? Bukan aneh, tetapi suatu hal yang wajar kalau kita sudah menyetujui sesuatu tapi tak mendapat apa yang kita setujui, tentu kecewa, bukan? Kepercayaan dan QC sangat penting dalam berbisnis dengan Jepang.

Kok, kaku sekali sih? Bukan soal kaku atau tidak, inilah cara berbisnis dengan Jepang sekali janji dan kontrak abcde, hasilnya juga harus abcde. Tidak bisa di tengah jalan minta diubah, diganti kontraknya, dikorekjsi dan sebagainya. Bukan begitu berbisnis dengan Jepang. Itulah sebabnya sebelum kontrak ditandatangani bersama biasanya sangat teliti dan hati-hati sekali mereka membaca satu per satu kata isi kontrak. Karena sekali tandatangan tak bisa diubah lagi, kecuali sudah berakhir masa kontraknya.

Guna menghindari salah pengertian memang dibutuhkan satu bahasa, kita mulai dengan belajar bahasa Jepang bagi kalangan bisnis dan di Indonesia yang terbaik ada di Pandan College (021-2727-2511, 0361-255225). Tanpa penguasaan bahasa Jepang dengan baik, pertama kita tak akan menghasilkan kesepakatan yang sempurna, kedua, kita tak bisa mengetahui apa isi hati atau sikap dan pikiran sebenarnya dari rekanan kerja itu. Hasil akhir, akan banyak terjadi salah pengertian dan dapat berakhir dengan pertengkaran.

Pertanyaan anda silakan ajukan melalui email ke richard@tribun.in dengan subyek Konsultasi Bisnis Jepang.

 *) Penulis adalah CEO Office Promosi, Ltd., Tokyo, Japan.

BISNIS POPULER

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas