Hama Wereng Gagalkan Panen
Sekitar 20 persen tanaman padi di Dusun Balongan, Desa Gebang Hilir, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, CIREBON -- Sekitar 20 persen tanaman padi di Dusun Balongan, Desa Gebang Hilir, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, gagal panen diserang hama.
"Kali ini, saya panen sekitar dua ton. Kalau sedang bagus, biasanya, bisa panen sampai dua setengah hingga tiga ton," kata Dulrasid (80), petani asal Dusun Balong sembari menjemur padinya di pinggir Jalan Raya Pantura, Selasa (9//2013) siang.
Selain itu, lantaran serangan hama itu, sebagian padi panenan Dulrasid tidak berbulir atau padi kopong. Lelaki itu yang mengolah lahan seluas sebahu atau sekitar 700 meter persegi itu tanaman padinya banyak dimakan belalang. Dia membandrol harga Rp 400.000 untuk tiap kuintal padi.
Petani lain di Dusun Balong, Warso (42), pun mengatakan hal serupa. Sekitar 150 meter persegi dari total sebahu lahan yang ia garap, tak menghasilkan apa-apa. "Itu semua gagal dipanen karena terserang wereng," katanya, kemarin.
Sejauh ini, ia belum mengetahui cara mengatasi hawa wereng. Ini berbeda dengan pembasmian hama belalang yang bisa menggunakan obat-obatan semprot seperti reagen dan puradan. "Wereng tidak mempan dengan obat semprot itu," ujarnya.
Para petani di desa itu, termasuk Warso, terbiasa menjual gabah kering. Biasanya, bila cuaca terik, para petani hanya membutuhkan dua hari untuk mengeringkan gabah. Namun, sebulan terakhir cuaca tidak menentu."Butuh waktu tiga sampai empat hari untuk mengeringkan padi," ujarnya.
Warso biasa menjual padinya hingga bertahap selama dua bulan. Tahap awal, ia menjual padi untuk membayar utang para pekerja. Selanjutnya, ia menjual padi demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Rekan Warso, Makari (50) mengalami hal yang sama, dia hanya memanen tiga ton gabah dari lahan seluas satu hektare.
Jumlah itu berselisih dua ton dari hasil-hasil panen sebelumnya di atas lahan yang sama. Sawah Makari diserang belalang. Baik Warso dan Makari menjual gabah kering dengan harga Rp 420.000 setiap kuintal. (Tribun Jabar/tom)