Peternak Itik Merugi Akibat Flu Burung
Ratusan bebek yang mati mendadak di Kampung Kondanglaer, RT 01/RW 01, Desa Sangiang, Kecamatan Rancaekek,
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG -- Ratusan bebek yang mati mendadak di Kampung Kondanglaer, RT 01/RW 01, Desa Sangiang, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, dalam dua minggu terakhir positif terkena flu burung.
Salah seorang peternak, Asep Wahyudin, mengatakan, hasil uji laboratorium kepada itik yang mati mendadak sudah diketahui. Dari pengambilan sampel darah dan bulu diketahui itik yang mati mendadak itu terkena flu burung jenis baru.
"Jenisnya H5N1. Sabtu kemarin juga sudah dilakukan depopulasi atau pemusnahan massal itik yang tersisa oleh Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Kabupaten Bandung," kata Asep, Minggu (21/7/2013).
Pihak Disnakan, kata Asep, memberikan informasi tentang laporan flu burung pada Jumat (19/7/2013) sore. Pihak Disnakan yang datang ke pertenakannya menggunakan baju steril yang serba-tertutup. Mereka kemudian memusnahkan semua itik di peternakan miliknya. Pemusnahan itu dilakukan agar tidak menyebar ke unggas di sekitarnya.
"Saya sekarang hanya bisa pasrah. Ini kan sudah yang kedua kalinya terjadi di peternakan saya. Dari dinas juga enggak tahu mau ngasih kompensasi atau tidak. Katanya enggak ada anggaran untuk penggantian," ujar Asep.
Dari 1.500 itik miliknya, kini hanya tersisa sekitar 20 ekor. Selain itik, dua kandang itik berukuran 10x15 meter dan 12x16 meter juga ikut dimusnahkan. Pemusnahan tersebut dilakukan agar tidak menular ke manusia dan unggas yang lain.
"Kerugian saya sekitar Rp 50 juta akibat kejadian ini. Memang masih ada itik yang bisa dijual, tapi tidak banyak. Kalau ditotal sih 1.400-an lebih itik dimusnahkan," ujarnya.
Asep berharap, pihak Disnakan bisa mengambil langkah yang cepat jika terjadi hal serupa. Pasalnya, penanganan flu burung di peternakannya dirasa lambat. Selain itik, ayam dan bebek yang berada di sekitar peternakannya juga banyak yang mati mendadak.
"Kayaknya gara-gara cuaca ekstrem dan pancaroba, jadi penyakit ini kembali muncul. Dulu juga kan waktu terserang pas cuaca lagi seperti ini. Akibat kejadian ini saya merugi sekitar Rp 50 juta," kata Asep.
Sebelumnya, pada Senin (15/7), pihak Disnakan Kabupaten Bandung telah memeriksa itik-itik milik Asep. Ratusan itik tersebut mendadak mati dalam dua minggu terakhir. Dari 1.500 itik milik Asep, 800 itik mati mendadak.
Kabid Kesehatan Hewan Disnakan Kabupaten Bandung, Euis Rohayani, menjelaskan, hasil pemeriksaan sampel itik yang mati di Desa Sangiang, Kecamatan Rancaekek, menunjukkan positif terkena virus H5N1.
"Hasil pemeriksaan di BPPHK Cikole, Lembang, itik yang dari Desa Sangiang berdasarkan uji laboratorium positif flu burung jenis H5 atau avian influenza. Namun untuk menentukan apakah flu burung jenis baru atau bukan masih diperlukan pemeriksaan lebih lanjut," kata Euis.
Euis menambahkan, flu burung memang bersifat zoonosis. Artinya, bisa menular ke manusia. Namun penularan itu bisa dicegah dengan penanganan sesuai dengan standar operasional.
"Kami lakukan pencegahan antara lain dengan pemusnahan terbatas untuk unggas yang sekandang dengan unggas yang terinfeksi. Lalu dengan desinfeksi kandang dan lingkungan di sekitarnya," katanya.
Pengisian unggas di tempat yang terkena penyakit itu baru bisa dilakukan setelah dua bulan. Pihaknya juga akan meningkatkan pengawasan mutasi dan lalu lintas unggas.
"Vaksinasi pada unggas sehat di sekitar lokasi juga diperlukan agar tidak terjangkit. Sosialisasi serta cara budi daya unggas yang baik akan terus dilakukan. Agar kejadian serupa tidak terulang kembali," ujar Euis.
Penularan virus pada itik ini antara lain melalui kontak langsung dengan unggas yang terinfeksi. Selain itu, bisa juga melalui media lain seperti peralatan atau kotoran yang terpapar dan mengandung virus. "Kalau pada manusia tidak ditularkan melalui produknya, seperti daging atau telur. Asal dimasak dan diolah dengan baik, tidak akan menular," kata Euis. (aa)