OP Daging Sapi Perdana di Bandung Tidak Tepat Sasaran
Akhirnya operasi pasar daging sapi impor untuk wilayah Kota Bandung mulai bergulir dalam pasar murah di areal
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Akhirnya operasi pasar daging sapi impor untuk wilayah Kota Bandung mulai bergulir dalam pasar murah di areal parkir Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kamis (25/7/2013).
Volume pendistribusian daging impor di pusat pemerintahan Jabar itu sebesar satu ton, lebih kecil 100 persen daripada proyeksi awal yaitu dua ton. Namun pendistribusian itu tidak seramai di Pasar Tradisional. Pembelinya didominasi kalangan Pegawai negeri sipil (PNS).
Ketua DPD Asosiasi Pengusaha dan Pedagang Daging Sapi Indonesia (Apdasi) Jabar, Dadang Iskandar, menilai, pelaksanaan pendistribusian di Gedung Sate itu tidak tepat sasaran. "Kalau acara itu operasi pasar (OP), berarti tujuannya menekan harga. Tapi, kalau pelaksanaannya di areal perkantoran atau pusat pemerintahan, itu tidak tepat," kritik Dadang, Kamis (25/7).
Menurutnya, agar OP tepat sasaran, seharusnya di lokasi yang dapat terjangkau masyarakat yaitu pasar tradisional. Selain itu, OP harus melibatkan para pedagang. "Saya tidak tahu, apakah OP di Gedung Sate itu sebuah agenda yang 'menempel' pada acara rutin pemerintah atau apa?" ujarnya.
Mengenai alokasi, Dadang mengaku sejauh ini pihaknya belum mengajukan angka kebutuhan. Apdasi masih membahas dan membicarakan dengan para pedagang mengenai berapa kebutuhan masing-masing pedagang. Namun, ujar Dadang, alokasi daging impor untuk Kota Bandung yang sebanyak 5 sampai 10 ton tidak dapat mencukupi kebutuhan. Pasalnya, dalam kondisi normal, kebutuhan daging sapi di Kota Bandung mencapai 42 ton per hari. "Sedangkan di Jabar, sekitar 170 sampai 260 ton per hari. Itu pun pemenuhannya oleh daging lokal," katanya.
Anggapan Apdasi Jabar tentang OP daging sapi impor tidak tepat sasaran, ada benarnya. Sri Afiantini warga Jalan Gagak, mengaku tidak tahu ada OP daging itu. "Saya baru tahu saat hendak pulang seusai berolah raga. Kebetulan, saya melewat Gedung Sate," ujarnya.
Warga Cicadas, Nani Mulyani, juga mengaku baru mengetahui OP daging sapi di Gedung Sate saat melintas tempat itu. "Harusnya, di lokasi-lokasi yang lebih umum dan terbuka. Seperti pasar-pasar atau Lapangan Gasibu. Kalau di sini pembelinya lebih banyak PNS," ujarnya.
Berkenaan dengan harga, Sri dan Nani mengakui daging sapi impor di Gedung Sate lebih murah daripada pasar tradisional. Di tempat itu dijual Rp 70 ribu-90 ribu per kilogram, sementara di pasar tradisional masih ada yang melebihi Rp 100 ribu per kilogram.
Sementara Kabulog Divisi Regional (Divre) Jabar, Usep Karyana, menjelaskan, pelaksanaan pendistribusian di Gedung Sate berlangsung karena adanya permintaan.
Usep menegaskan, setelah di Gedung Sate, pihaknya siap menggulirkan ajang yang sama di tempat-tempat umum, semisal pasar-pasar tradisional. Rencananya, setelah di Gedung Sate, ajang yang sama bergulir Sabtu (27/7) di Pasar Caringin, dan Minggu (28/7) di Carefour Kiaracondong.
Berkenaan ada tidaknya pengajuan Apdasi Jabar, Usep mengaku, hingga kini, pihaknya belum menerima pengajuan. "Mungkin, pekan ini teman-teman Apdasi mengajukannya," ujarnya.
Pembina Pasar Murah Jabar, Netty Heryawan, menyatakan, pengadaan pendistribusian daging impor di Gedung Sate karena pihaknya ingin mengolaborasikan kebutuhan pokok yaitu daging dan komoditas lainnya. "Selain itu, juga sebagai simbolisasi mulai bergulirnya pendistribusian daging sapi impor," kata istri Gubernur itu. (win)