Rupiah Melorot, Pemerintah dan BI Harus Gerak Cepat
Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) harus untuk bergerak cepat mengatasi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (USD).
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) harus untuk bergerak cepat mengatasi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (USD).
Selasa kemarin, kurs rupiah melemah terhadap dollar AS, menyentuh angka Rp 10.900 per dolar. Kondisi perekonomian Indonesia akan semakin memburuk jika tidak ada langkah konkrit dari pemerintah.
Aviliani, Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN), mengatakan pemerintah bersama dengan BI tidak bisa hanya melakukan koordinasi untuk membahas pelemahan rupiah ini dengan kalangan moneter.
"Pemerintah dan BI harus segera beri kepercayaan ke publik dan pasar dengan cara menginformasikan kebijakan apa yang akan dipakai dalam situasi seperti ini," katanya, kemarin.
Pemerintah harus bisa berkomunikasi dan melakukan koordinasi dengan para pelaku usaha yang juga berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. "Sebab, pelemahan rupiah ini akan terus terjadi sampai dua minggu ke depan," ujarnya.
Pemerintah jangan terus-menerus koordinasi dalam rapat forum FKSSK (Koordinasi Stabilisasi Sistem Keuangan). Kalangan pengusaha juga harus dilibatkan, khususnya pengusaha di sektor riil. Karena ini tidak saja hanya melibatkan pemerintah dan BI, juga melainkan pengusaha supaya ekonomi kita tidak crash.
Seperti dilansir Tribunnews dari Kompas.com sebelumnya, Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, ada dua hal yang menjadi komitmen bank sentral dalam menstabilkan kondisi rupiah, khususnya terhadap dollar AS ini.
Pertama, terus melakukan koordinasi terkait langkah-langkah stabilitas kondisi makro-ekonomi. Sementara langkah kedua, bank sentral akan terus menjaga stabilitas rupiah dengan mengintervensi sesuai dengan kondisi fundamentalnya.
"Kita juga akan membeli Surat Berharga Negara (SBN) dari pasar sekunder dan sekaligus mendukung stabilisasi di pasar SBN," kata Perry.
Perry menambahkan, upaya tersebut sudah menjadi kegiatan rutin bagi bank sentral untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Imbasnya, memang cadangan devisa Indonesia kita terus merosot. Hingga akhir Juli lalu, cadangan devisa Indonesia tersisa 92,671 miliar dollar AS.
Di sisi lain, bank sentral akan fokus menjaga penurunan defisit neraca pembayaran. Sebab, hingga akhir kuartal II-2013, posisi defisit neraca pembayaran Indonesia mencapai 4,4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Bank sentral menargetkan bisa menurunkan defisit neraca pembayaran menjadi hanya 2,7 persen hingga akhir kuartal III 2013. Upaya tersebut bisa terjadi karena sebagian besar neraca pembayaran defisit akibat impor minyak masih tinggi.
"Impor migas kita masih tinggi. Nanti di kuartal III akan menurun karena dampak dari kenaikan harga BBM bersubsidi mulai ada. Demikian juga impor migas akan menurun. Saya kira ini akan mendorong perkembangan nilai tukar dan IHSG akan lebih baik ke depan," tambahnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.