Potensi Jepang Untuk Perajin Indonesia
Namun, kurangnya pemahaman para perajin terhadap karakter konsumen di Jepang yang dikenal sangat pilih-pilih,
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO -- Peluang pasar di Jepang dipercaya masih terbuka lebar bagi para perajin Indonesia. Namun, kurangnya pemahaman para perajin terhadap karakter konsumen di Jepang yang dikenal sangat pilih-pilih, membuat banyak produk kerajinan dan mebel Indonesia masih kesulitan menembus pasar negeri sakura ini.
“Jepang saat ini menjadi eksportir terbesar kedua barang-barang kerajinan dan mebel Indonesia setelah Amerika. Nilai ekspor untuk kerajinan dan mebel Indonesia sekitar US$1 miliar per tahun,” kata Ketua Bidang Pameran dan Kerjasama Luar Negeri Dekranas, Yasmin Wirjawan, dalam pembukaan “Rumah Indonesia” di Tokyo International Gift Show (TIGS), Tokyo, Rabu (4/9).
Selain memajang berbagai hasil kerajinan Indonesia, “Rumah Indonesia” ini juga menampilkan demo batik dan demo anyaman dari Kalimantan.
Di tengah krisis ekonomi di Amerika dan sebagian Eropa, menurut Jasmin, Jepang bisa menjadi alternatif pasar yang menjanjikan. “Kita harus aktif mencari pasar baru," katanya.
Wakil Duta Besar Republik Indonesia di Jepang, Jonny Sinaga mengatakan, nilai ekspor kerajinan Indonesia ke Jepang masih relatif kecil. “Potensinya sebenarnya jauh lebih besar. Saya yakin barang-barang kerajinan Indonesia sebenarnya bisa masuk ke Jepang. Kerajinan kita banyak yang alami dan itu sangat disukai orang Jepang,” katanya.
“Kendalanya, produk Indonesia banyak yang standarnya tidak sama karena kebanyakan dikerjakan manual. Keberlanjutan produksi juga sering belum stabil.”
Yasmin mengatakan, keikutsertaan Indonesia dalam TIGS ini merupakan bagian untuk mengenalkan para perajin Indonesia dengan pasar Jepang. “Kami membawa 36 perajin. Separuhnya memang sudah berpengalaman dengan pasar Jepang, namun sebagian merupakan perajin baru yang belum pernah memasarkan produk ke sini,” katanya.
Wulan Agusdiana, pemilik kerajinan batik Bulan Bali dari Batang, Jawa Tengah mengatakan, masih menjajaki pasar Jepang. “Saya masih kesulitan memahami selera pasar di sini. Jadi, ikut pameran ini sekaligus untuk survei. Selama ini, produk kami banyak diekspor ke Amerika,” katanya.
Runi Palar, pemilik “RUNA Jewelry” mengatakan, walaupun dikenal sangat perfeksionis, pasar Jepang sebenarnya sangat potensial untuk kerajinan industri kecil Indonesia. “Asalkan kita paham selera dan karakter masyarakat di sini, pasti bisa ditembus,” kata Runi yang telah 13 tahun memasuki pasar Jepang.
“Orang Jepang unik dan sangat detail. Mereka harus kenal dulu dan harus yakin dulu dengan kualitasnya, setelah yakin baru beli.”
Investor terbesar
Jonny Sinaga mengatakan, perdagangan Indonesia-Jepang saat ini menujukkan peningkatan pesat. Ekspor Indonesia ke Jepang pada 2012 mencapai 52,9 miliar dollar Amerika Serikat dan masih didominasi minyak dan gas. Tren ekspor ke Jepang ini naik 11 persen dalam kurun empat tahun terakhir. Sedangkan impor Indonesia terhadap Jepang untuk 2012 mencapai 22,7 miliar dollar dengan tren naik 16 persen dalam kurun empat tahun terakhir.
“Jadi kita masih surplus untuk perdagangan, tetapi dominan minyak dan gas masih terlalu besar. Harapannya sektor non migas, terutama kerajinan dan tekstil bisa ditingkatkan,” katanya.
Jonny juga menyebutkan, mulai 2013 Jepang telah menjadi investor terbesar di Indonesia. “Sebelumnya, Singapura tercatat investor terbesar di Indonesia. Sejak 2013 digeser oleh Jepang,” katanya.
“Pada 2010 investasi Jepang di Indonesia baru 750 juta dollar AS, meningkat jadi 1,5 miliar dollar AS pada 2011 dan 2,5 miliar dollar AS pada 2012. Sekarang baru semester pertama 2013 sudah mencapai 2,5 miliar dollar AS.”
Melonjaknya nilai investasi Jepang di Indonesia ini terutama didorong dari sektor otomotif. “Toyota telah memindahkan pabriknya ke Indonesia,” katanya.
“Di satu sisi, industri otomotif di Indonesia ini memang dikhawatirkan mencapai jenuh karena kemacetan di kota besar. Ke depan, kita memang mengharapkan, Jepang juga intens masuk ke sektor publik transport dan sepertinya mereka juga tertarik ke sana. Misalnya Shinkansen sudah menyatakan tertarik untuk membuat kereta cepat Jakarta-Surabaya,” katanya. (Ahmad Arif / Kompas.com)