Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Industri Kemasan dalam Bahaya

Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) dipastikan memukul industri kemasan nasional.

Penulis: Sanusi
zoom-in Industri Kemasan dalam Bahaya
salah satu kegitan industri kemasan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) dipastikan memukul industri kemasan nasional.

Felix S Hamidjaja, Ketua Umum Asosiasi Industri Kemasan Fleksibel, mengatakan selama ini industri kemasan membeli bahan baku dengan mata uang dollar AS, sedangkan industri menjual produk kepada produsen menggunakan mata uang rupiah. Hal ini jelas merugikan dan menekan marjin perusahaan.

"Sistem perdagangan kita saat ini, khususnya dalam pembelian bahan baku itu dalam dollar AS, meskipun beli dari industri dalam negeri tapi tetap kita beli pakai dollar. Marjin pasti berkurang, sebab 80 persen bahan baku yang kita pakai dibeli dengan dollar," katanya, kemarin.

Menurut Felix, jangankan memikirkan keuntungan, untuk mendapatkan kembali modal yang sudah dikeluarkan saja sudah sulit. "Apalagi saat ini, ketika produsen membeli ke kami tetap menggunakan sistem kontrak. Sehingga tidak bisa terima langsung pembayarannya," ujarnya.

Untuk menyiasati hal tersebut, asosiasi sepakat menaikkan harga jual produk kemasan ke produsen hingga 20 persen. "Kenaikan harga jual 20 persen itu paling membalikkan modal yang sudah kami keluarkan selama ini," katanya.

Namun, Felix belum menyebutkan kapan kenaikan harga tersebut bisa diberlakukan.

UU Nomor 7 Tahun 2011

Berita Rekomendasi

Felix juga menuturkan, pemerintah sudah seharusnya menerapkan UU Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang untuk melindungi industri nasional. Implementasi dari UU tersebut bisa mendorong seluruh produsen bahan baku yang ada di dalam negeri untuk menjual produknya dalam mata uang rupiah.

"Sistem perdagangan di dalam negeri harusnya pakai mata uang rupiah. Kalau tidak mau, maka bakal ada sanksi dari hal itu. Kalau diberlakukan, saya optimistis dalam jangka waktu tiga bulan pasti aman lagi industri kita," katanya.

Kalau ini tidak segera dilakukan, maka dalam waktu dekat industri kemasan tinggal menunggu waktu untuk gulung tikar. "Bisa dibayangkan ribuan pekerja menjadi pengangguran akibat hal tersebut," ungkapnya.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian MS Hidayat, mengatakan konsumsi produk plastik per kapita di Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan beberapa negara di kawasan ASEAN seperti Malaysia, Singapura dan Thailand.

Potensi konsumsi produk plastik di Indonesia masih cukup besar mengingat konsumsi nasional per kapita per tahun baru mencapai 10 kilogram.

Hidayat mengatakan, angka tersebut relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand yang mencapai angka 40 kilogram per kapita per tahun.
"Permintaan plastik kemasan didorong oleh pertumbuhan industri makanan minuman dan fast moving consumer goods sebesar 60 persen," ujarnya.

Hidayat menambahkan, meskipun struktur industri plastik nasional sudah cukup lengkap dari hulu sampai hilir, namun masih ditemui tantangan dalam pengembangannya. Menurutnya, tantangan tersebut antara lain adalah kapasitas produksi yang terbatas pada bahan baku seperti polipropilen dan polietilena. "Dengan kondisi tersebut, kita masih mengimpor sebanyak 694 ribu ton dari total kebutuhan sebesar 1,64 juta ton pada tahun 2011," kata Hidayat.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas