Susahnya Jadi SPG di Tengah Persepsi Negatif Masyarakat
Berbekal brosur di tangan, para wanita cantik tampak ramah menyapa siapa pun yang lewat di depan mereka.
TRIBUNNEWS.COM — Berbekal brosur di tangan, para wanita cantik tampak ramah menyapa siapa pun yang lewat di depan mereka. Secara aktif, mereka memberikan brosur seraya menceritakan produk yang tertera pada brosur tersebut. Meski kadang ditolak atau diabaikan, mereka tetap memberikan senyum manis dan mengucapkan terima kasih sambil berlalu.
Sepintas, pekerjaan sebagai sales promotion girl (SPG) terlihat mudah. Tak jarang, beberapa orang memandang rendah para SPG karena menganggap hanya bermodal tubuh indah dan wajah rupawan. Kenyataannya, pekerjaan sebagai SPG tidaklah semudah yang dipikirkan orang.
"Kami harus terus berdiri selama delapan jam sambil berusaha mempromosikan produk dari klien. Waktu istirahat pun hanya sebentar. Meski sedang ada masalah, kami dituntut tetap harus tersenyum. Belum lagi tatapan orang-orang yang seringkali terlihat meremehkan," ucap salah seorang SPG, Annisa Putri (20), Sabtu (7/9/2013).
Annisa mengungkapkan, seperti pekerjaan lainnya, pekerjaan sebagai SPG memiliki sisi enak dan tidak enaknya. Enaknya, ia bisa mendapat penghasilan yang lumayan dalam waktu yang terhitung singkat. Bagi Annisa, yang masih berstatus sebagai mahasiswi di salah satu kampus di Jakarta, penghasilan dari pekerjaan sebagai SPG bisa membuatnya belajar lebih mandiri.
"Ya, lumayan untuk nambahin uang jajan. Selain itu, penghasilan dari menjadi SPG juga bisa buat bayar-bayar keperluan dan tugas kuliah biar gak perlu minta orang tua lagi," tuturnya.
Penghasilan yang lumayan memang menjadi salah satu alasan Annisa tertarik untuk bekerja sebagai SPG. Jam kerja yang bisa disesuaikan dengan waktu kuliahnya pun menjadi alasan lain dia betah menjadi SPG selama dua tahun belakangan ini.
Meski memiliki penghasilan yang lumayan, Annisa mengaku belum memikirkan untuk menginvestasikan penghasilannya. Penghasilannya lebih sering digunakan untuk membiayai keperluan sehari-hari. "Paling aku cuma ikutan asuransi," katanya.
Menurut dia, menjadi SPG tidak bisa sembarangan. Banyak kriteria yang harus dipenuhi agar suatu perusahaan mau mempekerjakan mereka. Bukan hanya dari segi fisik, kepribadian juga menjadi salah satu tolok ukur.
"Kita harus komunikatif dan aktif. Harus ramah juga. Kita juga wajib mengetahui produk yang kita tawarkan. Masalah fisik sih pasti menjadi pertimbangan juga," katanya.
Banyak suka-duka yang telah dialami Annisa selama bekerja sebagai SPG. Selain pekerjaannya yang cukup melelahkan, sering ia harus menghadapi godaan dari pria-pria iseng. Ia pun memiliki kiat untuk menghadapi situasi kurang menyenangkan tersebut.
"Digodain sih sudah pasti. Banyaklah yang kaya gitu. Biasanya aku cuma senyum aja hadapi yang gitu. Terus aku juga lebih milih pergi bareng-bareng sama temen SPG lain, biar ga digodain berlebihan," katanya.
Ditanya mengenai pandangan negatif yang kerap dilayangkan pada para SPG, Annisa mengatakan sudah kebal terhadap pandangan negatif tersebut. Ia pun sedikit menyayangkan paradigma negatif yang kadung diberikan kepada para SPG.
"Padahal kan SPG juga sama-sama kerja, sama-sama capek kayak pekerjaan lain. SPG juga gak semuanya berperilaku jelek. Itu kan tergantung pribadi masing-masing," ucapnya.(Tribun Jabar/ddh)