Bisnis Mobil Klasik Masih Potensial
Berbisnis mobil klasik tetap dianggap sebagai usaha yang potensial.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Berbisnis mobil klasik tetap dianggap sebagai usaha yang potensial. Memang, butuh waktu lama demi membangun (build up) sebuah mobil dan menjual mobil itu tapi harganya bisa dua kali lipat lebih harga pembelian.
Pemilik bisnis mobil, R Kups Garage di Bandung, Roby Mochtar, misalnya. Ia membeli Mercedes Benz W210 (New Eyes 320E) dengan nilai Rp 80 sekitar dua tahun lalu. Roby mengeluarkan total Rp 35 juta untuk membangun Mercedez itu selama delapan bulan pengerjaan.
Ia memajang mobil keluaran 1997 itu dengan harga dua setengah kali lipat dari harga pembelian pada Europe Auto Show di Sabuga, Bandung, akhir pekan lalu.
"Saya buka dengan harga Rp 200 juta," ujarnya ketika ditemui saat gelaran Europe Auto Show, Sabuga, Bandung, Sabtu (12/10).
Selisih antara harga pembelian plus biaya build up dengan harga jual adalah Rp 85 juta. Nilai ini boleh disebut keuntungan yang didapat Roby. Dia mengatakan selisih itu masih taraf wajar. "Dapat barangnya susah. Order (pesan) spare part (suku cadang) pun sulit," katanya.
Pria yang juga terjun ke bisnis penjualan suku cadang mobil klasik itu biasanya memesan suku cadang ke Kuala Lumpur, Malaysia. Jika pesanan itu tidak tersedia di Negeri Jiran, Roby berburu hingga ke negeri asal Mercedez, Jerman, meski tak harus selalu mendatangi negara itu.
Bisnis Mercedez punya keuntungan tersendiri. "Harga mobil (Mercedez) klasik nggak goyang. Mercedez (W210) itu pernah ditawar Rp 190 juta tapi saya tolak," katanya.
Penjualan Mercedez termasuk sulit, terutama karena harganya. Selama 2013, hanya satu Mercedez dari R Kups Garage yang terjual. Padahal, selama masa yang sama, Roby menjual tujuh mobil tetro. Sejauh ini, Jakarta dan Malang masih menjadi sebagai pasar mobil klasik. Delapan mobil itu semuanya dibawa ke dua kota itu.
Robi memulai mengumpulkan berbagai jenis mobil dan spare part mobil klasik pada 2003 sembari menjalankan usaha rental mobil. Lima tahun berselang, ia mengekspose usahanya itu.
Penggemar mobil klasik, Fanny (50), mengatakan harga mobil klasik memang tak hanya ditentukan harga pembelian plus nilai serta lamanya masa build up.
"Saya nggak lihat nilai barangnya saja tapi perjuangan untuk mendapatkan mobilnya," katanya pada gelaran Europe Auto Show.
Fanny menggemari mobil klasik buatan Prancis, Peugeot. Pada 2008, ia membeli Peugeot 504 GL dengan membayar Rp 5 juta. Harga itu, imbuhnya, hanya seperempat dari harga pasaran saat itu, Rp 20 juta. Namun, Fanny membutuhkan waktu sebulan untuk bisa memiliki mobil itu.
"Mobil itu milik seorang kapten merpati yang sedang dibawa anaknya. Saya kejar mobil itu lalu tanya ke anak itu apakah mobilnya dijual atau ngga. Saya berusaha negosiasi selama satu bulan," ujar Fanny. Ia membangun Peugeot itu dengan biaya Rp 15 juta.
"Mobil itu pernah ditawar Rp 80 juta di acara auto blizt tapi saya nggak kasih," katanya soal mobil yang sembilan kali ia dikendarai bolak-balik rute Jakarta-Malang.
Fanny mengakui harga Peugeot tidak sementereng Mercedez alias hanya separuh dari harga mobil buatan Jerman itu.
Soal harga pembelian mobil klasik, ucapnya, ditentukan sejarah pengendaraan mobil itu. Makin banyak yang rusak serta membutuhkan banyak spare part demi dibangun kembali, harga mobil itu pun semakin murah. "Yang sangat diperhatikan adalah interior dan bodinya," ujar Fanny. (tom)