Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Ratifikasi FCTC Diduga Sarat Kepentingan Asing

Keinginan pemerintah meratifikasi FCTC mendapatkan tentangan dari pusat dan daerah

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Sanusi
zoom-in Ratifikasi FCTC Diduga Sarat Kepentingan Asing
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Pekerja mengiris dan mengemas tembakau siap pakai di pabrik tembakau iris Padud Jaya di Lingkungan Jelat, Kelurahan Pataruman, Kecamatan Pataruman, Kota Banjar, Jawa Barat, Selasa (27/8/2013). Tembakau yang berasal dari Lombok, Madura, Sumedang, Garut dan tempat lainnya tersebut dikemas di pabrik ini mulai dari kemasan 25 gram hingga 100 gram dengan harga jual mulai Rp 1.500 - Rp 10.000 per bungkus. Pabrik yang dikelola sudah tiga generasi sejak 1960-an itu memasarkan produknya ke sejumlah kota di pulau Jawa dan luar Jawa dengan rata-rata produksi 50 ton per bulan. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keinginan pemerintah meratifikasi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) mendapatkan tentangan tidak hanya di pusat tapi juga daerah.

Salah satunya, Ketua Komisi B DPRD Jawa Timur Bidang Perekonomian, Agus Dono Wibianto. Dia menilai FCTC menyuarakan kepentingan asing dan akan membunuh industri tembakau nasional dan daerah.

"Kami mendapat surat dari asosiasi cengkeh, kemudian melaporkan persolan FCTC itu ke Kementerian Kesehatan tapi tidak ditanggapi," katanya dalam keterangan tertulisnya, Senin (23/12/2013).

Sikap ngotot meratifikasi dinilai untuk kepentingan asing dalam hal ini sektor farmasi yang ingin menguasai cengkeh Indonesia yang notabene dari sisi kualitas sangat bagus.

"FCTC diberlakukan, maka konsumsi rokok yang merupakan hak asasi seseorang dibatasi. Pemerintah harus melihat sisi mikro juga dalam hal ini petani buruh yang mencapai 2 juta orang. Jangan hanya melihat sisi kesehatan saja, ada cukai yang disetor mencapai Rp 112 triliun dimana 60 persen berasal dari Jawa Timur dan Jawa Tengah," katanya.

Dia menegaskan, akan tetap mengupayakan agar ratifikasi FCTC tidak ditandatangani Presiden SBY. Untuk itu akan disiapkan paper khusus terkait dampak buruk ratifikasi.
Agus sendiri bersama sejumlah perwakilan asosiasi tembakau dan beberapa anggota DRPD Jatim mengaku telah mendatangi kantor Kemenkes minggu lalu guna menyampaikan aspirasi petani tembakau. Namun Menteri Kesehatan tidak menerima dengan alasan tidak jelas dan hanya ditemui sekretarisnya.

Jika hendak berdalih melindungi kesehatan, tidak berarti harus menghancurkan industri tembakau. "Dua juta petani pekerja pabrikan akan gulung tikar belum lagi dari sisi cengkeh," katanya.

Berita Rekomendasi

Sementara itu, Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gapero) Surabaya, Sulami Bahar, menilai pemberlakukan ratifikasi itu akan mengancam industri padat karya terutama industri rokok di daerah.

"Kebijakan FCTC bisa menambah pengangguran, kami ini industri padat karya. Harusnya pemerintah memberi insentif bukan membuat kebijakan yang merugikan pengusaha," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas