SPI: Kebijakan WTO Bisa Membunuh Petani
Kesepakatan WWTO soal pemangkasan kepabeanan impor bahan pangan dapat membunuh petani lokal
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kesepakatan World Trade Organization (WTO) soal pemangkasan kepabeanan impor bahan pangan, menurut Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih, dapat membunuh petani lokal. Ia berpendapat produk pangan petani lokal tidak akan mampu bersaing dengan produk pangan impor.
Ditemui TRIBUNnews.com, di kantor Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), di Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (26/12/2013), Henry mencontohkan petani di Amerika Serikat bisa mendapatkan subsidi dari negaranya hingga 80 persen. Oleh karena itu petani kedelai dari Amerika Serikat bisa menawarkan kedelai dengan harga lebih murah dibandingkan petani di Indonesia, yang cuma disubsidi pupuk dan benihnya.
Oleh karena itu bila kebijakan pemangkasan kepabeanan diterapkan, maka sangat mungkin petani di Indonesia akan babak belur karena membanjirnya produk pangan dari luar negeri. "Bagaimana bisa petani kita bersaing dengan petani luar yang disubsidi sampai 80 persen," ujarnya.
Ia menambahkan, petani yang tidak kunjung kaya bisa saja menyerah, dan beralih profesi, seperti menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri, hingga buruh kasar di kota besar. Hal itu bisa membuat jumlah petani akan semakin berkurang, hingga pada akhirnya bisa mengganggu kedaulatan pangan Indonesia.
Henry mengaku kecewa dengan pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono (SBY), yang tidak kunjung memberikan subsidi besar untuk sektor pertanian. Ia menganggap SBY seperti berpangku tangan saja menyaksikan hal ini.
Ia berharap siapapun rezim pengganti SBY ke depannya dapat lebih memperhatikan nasih petani. Kata dia, soal pangan bukan saja soal kesejahteraan petani, akan tetapi soal hajat hidup seluruh rakyat Indonesia.
Selama SBY berkuasa sekitar 9 tahun, dapat disimpulkan akses dan kontrol masyarakat terhadap sumber-sumber agraria atau sumber daya alam semakin menghilang.
"Sepanjang kekuasaan SBY, rakyat khususnya para petani, perempuan dan masyarakat adat setiap hari semakin kehilangan tanah dan air merekat, serta jauh dari pemenuhan hak asasi petani," tuturnya.