Pencabutan Subsidi Listrik Harus Jelas dengan Pemberian Insentifnya
Pencabutan Subsidi Listrik untuk Indutri golongan I-3 dan I-4 pemerintah harus lebih jelas terkait dengan insentif yang akan diberikan
Editor: Budi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM JAKARTA - Pencabutan Subsidi Listrik untuk Indutri golongan I-3 dan I-4 pemerintah harus lebih jelas terkait dengan insentif yang akan diberikan kepada pengusaha. Sehingga dengan pencabutan tersebut tidak menjadi blunder hengkangnya para investor yang akan masuk ke Indonesia.
"Sebenarnya kita harus mendefinisikan apa yang harus diberi stimulus, insentif dan disinsentif. Persoalannya kita ini kan tidak menjelaskan insentifnya dimana, misalnya deviden pajak kita kasih insentif. Itu kan gak nyambung kenapa gak berikan ke industri," kata Yanuar Rizki, kepada wartawan, akhir Minggu lalu.
Pencabutan Subsidi Listrik untuk Indutri golongan I-3 dan I-4 adalah hal yang postif. Namun ada hal pula yang harus diperhatikan oleh negara bahwa adanya tren industrialisasi yang terus berkembang. Hal ini disampaikan Pengamat Ekonomi, Yanuar Rizki, kepada wartawan.
"Kalau mau dilepas ya dilepas saja, cuma kita harus melihat lagi argumentasinya. Ini kan ada tren industrilisasi. Kalau dianggap tidak masalah struktur biayanya, margin masih ada, ya dilepas aja," ujar Yanuar.
Jadi menurut Yanuar, permasalahan pencabutan subsidi bukan hanya sekedar melepas atau mempertahankan. Karena selain menaikan TTL, pemerintah masih bisa melakukan hal lain yakni menaikan pajak.
"Saya tidak mengatakan setuju atau tidak, tapi apakah kalau itu dikerjakan, struktur industri manufaktur semakin decline atau enggak. Pemerintah juga bisa melakukan itu dengan uang labanya naik, PPh atau PPN nya naik. Kan itu saja yang dihitung," jelas Yanuar.
Seperti diketahui, pemerintah memastikan akan melakukan pencabutan subsidi listrik bagi golongan industri tertentu melalui penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) secara bertahap mulai tahun depan. Langkah ini bisa menghemat sekitar Rp 10,96 triliun.
Industri yang akan dicabut subsidi listriknya berasal dari golongan industri menengah I-3 dengan daya di atas 200 kVA yang sudah go public dan industri besar I-4 dengan daya 30.000 kVA ke atas. Untuk kategori industri tersebut (I-3 go public dan I-4) berasal dari BUMN dan non BUMN serta berada di Jawa dan di luar Jawa.
Pencabutan subsidi melalui penyesuaian TTL akan dilakukan secara bertahap untuk mengurangi tekanan "seketika" kenaikan biaya bagi perusahaan. Penyesuaian TTL sebesar 8,6% setiap triwulan bagi golongan I-3 go public dan penyesuaian TTL sebesar 13,3% setiap triwulan untuk golongan I-4.
Sebelumnya, pemerintah mengusulkan subsidi listrik pada 2014 sebesar Rp 87,2 triliun. Usulan tersebut menggunakan asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) US$ 106 per barel dan nilai tukar rupiah Rp 9.750 per dolar AS.
Namun, rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat disepakati subsidi listrik tahun depan Rp 71,36 triliun (25,2 persen) dari total subsidi energi yang dianggarkan tahun depan. Subsidi listrik tersebut dengan perubahan sejumlah asumsi makro seperti ICP menjadi US$ 105 per barel dan nilai tukar rupiah sebesar Rp 10.500 per dolar AS.
Dengan pencabutan subsidi ini, pemerintah akan bisa menghemat hingga Rp 10,96 triliun. Penghematan ini berasal dari penerapan tariff adjustment sebesar Rp 2 triliun, lalu penghapusan subsidi pelanggan I-4 Rp 7,57 triliun dan penghapusan subsidi pelanggan I-3 yang go public Rp 1,39 triliun.