Dorong Rusun, Pemerintah Ingin Batasi Pembangunan Rumah Tapak
Tempat tinggal masyarakat yang jauh dari pusat perekonomian memicu pemborosan di berbagai sektor, seperti sektor transportasi.
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tempat tinggal masyarakat yang jauh dari pusat perekonomian memicu pemborosan di berbagai sektor, seperti sektor transportasi.
Masyarakat saat ini lebih memilih berpergian menggunakan kendaraan pribadi ketimbang kendaraan umum. Hal itu berbuntut pada subsidi Bahan Bakar Minyak pemerintah yang membesar.
Selain itu, akibat dari melebarnya wilayah, terdapat kerugian akan hal-hal yang tak bisa diukur nilai ekonomisnya, seperti kehilangan waktu yang berdampak pada berkurangnya banyak kesempatan yang bisa diperoleh seseorang.
“Kemenpera mengharap kerja sama dari pemerintah daerah untuk turut mendukung kebijakan ini dengan membatasi izin rumah tapak di beberapa daerah dan turut melakukan sosialisasi tentang rusun kepada masyarakat luas,” ujar Direktur Utama Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Perumahan (BLU PPP) Kemenpera, Budi Hartono, Jumat (30/5/2014).
Sebagai informasi, salah satu pertimbangan besar bagi seseorang ketika akan membeli rumah adalah harga dan lokasi rumah yang strategis. Namun saat ini harga rumah meroket. Rumah di lokasi strategis hanya dapat dijangkau oleh kalangan menengah ke atas. Ini menjadi dilema masyarakat dalam membeli rumah.
Di satu sisi masyarakat ingin membeli rumah yang dekat dengan lokasi pekerjaan. Namun, di sisi lain, rumah dengan harga yang terjangkau biasanya terletak jauh dari tempat bekerja. Sementara lokasi yang jauh menyebabkan biaya transportasi besar dan memakan waktu perjalanan.
Selain itu, semakin terbatasnya lahan untuk perumahan di kota-kota besar membuat harga tanah semakin melambung tinggi. Tanah merupakan komponen utama yang memiliki proporsi tinggi dalam biaya pembangunan rumah.
Karena itu, para developer alias pengembang lebih memilih membangun perumahan untuk kelas menengah ke atas. Maklum, keuntungannya lebih besar.
Untuk mendorong masyarakat agar memiliki rumah dengan harga yang terjangkau dan cicilan yang murah, Kemenpera juga mengeluarkan program KPR Fasilitas Likuiditas Penyediaan Perumahan (FLPP).
Program ini dilaksanakan oleh Kemenpera bekerjasama dengan bank untuk menyediakan subsidi perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dengan suku bunga fixed 7.25 persen dengan jangka waktu paling lama 20 tahun.
Dengan skema KPR FLPP ini, lebih banyak bantuan yang dapat disalurkan, karena dana dari pemerintah yang digabungkan dengan dana dari bank terus bergulir.
“Pada tahun 2013 lalu Kemenpera melalui Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Perumahan (BLU PPP) telah menyalurkan KPR FLPP untuk 104.712 unit rumah. Sedangkan untuk 2014 ini, BLU PPP menganggarkan dana pembiayaan FLPP untuk 57.792 unit rumah senilai Rp4,49 triliun” terangnya.