Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Sanksi Bagi Perusak Lahan Gambut

Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut memasuki tahap akhir

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Sanksi Bagi Perusak Lahan Gambut
greenpeace
Kawasan hutan lahan gambut yang sebagian daerahnya telah gundul akibat pembalakan yang dilakukan sebuah perusahaan sawit di Kalimantan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut memasuki tahap akhir. Draf RPP itu kini tinggal menunggu persetujuan Presiden Susilo Bambang Yudyono untuk disahkan.

Arief Yuwono, Deputi III Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup mengatakan, beleid ini mengatur inventarisasi lahan gambut, penetapan kembali aspek budidaya dalam perlindungan gambut, menetapkan kriteria baku lahan gambut dan langkah penegakan hukum.

Poin penting dalam RPP ini adalah Pertama, soal fungsi lindung lahan gambut paling sedikit 30% dari seluruh luas kesatuan hidrologis lahan gambut yang terletak pada puncak kubah gambut dan sekitarnya. Jika, di luar area 30% ini masih terdapat gambut dengan ketebalan tiga meter atau lebih dan ada spesies yang dilindungi, maka area ini bisa ditetapkan sebagai fungsi lindung ekosistem gambut alias hutan lindung.

Kedua, mengenai kriteria baku kerusakan ekosistem gambut ditetapkan dengan ketebalan kurang dari satu meter. "Jadi, kalau ketebalan hanya 50 sentimeter (cm) bisa dibilang rusak parah, dan semakin besar potensi untuk terjadi kebakaran," tambah Arief dalam Diskusi Ekonomi KONTAN, Rabu (4/6).

Sanksi yang akan diberikan terhadap penanggungjawab usaha atas kerusakan ini adalah kewajiban penanggulangan kerusakan ekosistem gambut dengan biaya dibebankan pada penanggungjawab usaha. Kerusakan yang dimaksud adalah terjadinya kebakaran gambut, pembangunan drainase yang mengakibatkan lahan gambut menjadi kering.

Kriteria baku yang termuat dalam RPP ini adalah permukaan air di lahan gambut setinggi 50 cm. Ketinggian ini adalah jarak permukaan tanah dengan permukaan air. Semakin dalam permukaan airnya berarti semakin kering air yang dibuang dari lahan gambut, sehingga semakin banyak mengeluarkan gas metana serta menimbulkan efek rumah kaca.

Derom Bangun, Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia, kriteria ini harus ditinjau lagi dan dilakukan penelitian bersama. Praktiknya, saat ini rata-rata industri sawit menerapkan batas 50cm -60 cm dari permukaan tanah ke permukaan air. Dia bilang industri sawit akan sangat terancam jika kriteria yang diberlakukan adalah 25 cm.

Kurniawan, Manajer Kampanye Wahana Lingkungan Hidup menyebut pemerintah belum tegas menjerat industri yang merusak lahan gambut dengan hanya memberlakukan sanksi penggantian. (Risky Widia Puspitasari/Umar Idris)

Tags:
Sumber: Kontan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas