Perselisihan Bos Taksi Blue Bird dan Gamya Berujung Pelaporan Hakim Suprapto ke KY
Perselisihan para pemilik perusahaan taksi Blue Bird dan Gamya berujung pada pelaporan seorang hakim PN Jaksel ke KY
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM - Perselisihan para pemilik perusahaan taksi, antara Purnomo Prawiro dari PT Blue Bird Taksi melawan mantan koleganya yang juga pemilik perusahaan taksi PT Gamya, Mintarsih A Latief berujung pada pelaporan Mintarsih ke Komisi Yudisial (KY) terhadap Suprapto, seorang hakim Pengadilan Negeri (PN), Jakarta Selatan, Senin (23/6/2014).
Mintarsih menilai Suprapto berpihak pada Purnomo selaku penggugat dalam perkara perdata perbuatan melawan hukum antara Purnomo Prawiro melawan Mintarsih dan keluarga.
Diberitakan kontan.co.id, Purnomo yang menggandeng Hotman Paris & Partners menggugat Mintarsih atas nama Blue Bird Taksi. Dalam gugatannya di Pengadilan negeri Jakarta Selatan, Purnomo menuding Mintarsih (tergugat I), Dudung Abdul Latief (tergugat II), PT Gamya (tergugat III), Yuda Laksmana (tergugat IV), dan Lely Susanti (tergugat V).
Purnomo menuding Mintarsih cs telah menelantarkan perusahaan tersebut sejak 1993. Mereka justru fokus mengurusi Gamya. Sampai akhirnya, perusahaan taksi Gamya kini menjadi pesaing Blue Bird Taksi. Selain itu, Mintarsih juga dituding mengintimidasi jajaran pengurus Blue Bird Taksi.
Meski begitu, disebutkan, untuk menjaga kelangsungan perusahaan Purnomo tetap membayarkan gaji, honor, dan THR ke Mintarsih. Karena itu, Purnomo menuntut ganti rugi pengembalian uang gaji direksi Rp 4,74 miliar dan honor Rp 44,9 miliar yang diterima Mintarsih sejak 2001 sampai sekarang. Serta ganti rugi imateriil Rp 1 triliun.
Pekan lalu Suprapto selaku ketua majelis hakim perkara perdata perbuatan melawan hukum mengabukan gugatan penggugat Purnomo Prawiro terhadap Mintarsih dan keluarga.
Mintarsih dalam putusan diwajibkan mengembalikan gaji dan THR yang dia terima selama menjabat Direktur PT Blue Bird Taxi sebesar Rp 40 miliar.
Selain itu Mintarsih dan keluarga dikenakan ganti rugi immaterial kepada Purnomo Rp 100 miliar. Sebelumnya Mintarsih digugat Rp 4,9 triliun. Atas putusan tersebut, pihak Mintarsih menyatakan tak menerima meski jumlah itu lebih rendah dari yang diajukan kubu Purnomo Prawiro.
"Perlu ada pemeriksaan KY bagi hakim yang tidak obyektif dalam memutus perkara supaya keadilan dapat dirasakan masyarakat yang terzalimi," ujar Mintarsih kepada wartawan di Jakarta, Selasa (24/6/2014).
Menurut kubu Mintarsih, majelis hakim sama sekali tidak mempertimbangkan keterangan saksi-saksi maupun bukti yang diajukan Mintarsih bahwa tidak ada perbuatan melawan hukum dilakukan Mintarsih.
"Pak Suparman, Ketua KY mengatakan akan memproses dan laporan saya dimasukan sebagai prioritas utama,” ujar Mintarsih di Gedung KY.
Belum ada konfirmasi dari pihak KY atas tudingan dan pelaporan Mintarsih tersebut.
Secara terpisah, pelaporan Mintarsih ke KY diikuti adanya aksi massa mengatasnamakan Jejaring Masyarakat Pro Keadilan yang menggeruduk gedung Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, meminta hakim Suprapto agar dicopot jabatannya sebagai hakim. Menurut koordinator aksi, Berg Sadikin, Suprapto tidak layak menduduki jabatan posisi sebagai hakim.
"Dia tak layak menjadi hakim. Putusannya jelas tidak berpihak pada keadilan! Mana ada putusan orang sudah puluhan tahun bekerja disuruh mengembalikan gaji!" kata Sadikin.
Kasus ini bermula dari gugatan Mintarsih pembubaran CV Lestiani. CV ini sama sama didirikan oleh Mintarsih dan Purnomo. Mintarsih melayangkan gugatan di pengadilan negari Jakarta Pusat, dengan tuntutan ganti rugi materiil Rp 25 miliar dan imateriil Rp 50 miliar. Purnomo menggugat balik lewat tuntutan yang baru saja ia menangkan tersebut.
Dilansir, kontan.co.id, Mintarsih lalu menggandeng OC Kaligis & Associates, untuk mengajukan gugatan baru kepada Purnomo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Mintarsih yang mengatasnamakan Blue Bird Taksi menggugat Purnomo dengan tudingan melakukan perbuatan melawan hukum.
Selain Purnomo ada sepuluh tergugat lainnya, yakni Kresna Priawan, Sigit Priawan, Bayu Priawan, Indra Priawan, PT Pusaka Citra Djokosoetono, PT Blue Bird, Blue Bird Reguler Taxi, Pusaka Reguler Taxi, Blue Bird Reguler Taxi, dan Badan Pengawas Pasar Modal.
Mintarsih menuding para tergugat melakukan perbuatan melawan hukum selaku pengurus Blue Bird Taksi. Pertama, mendirikan PT Blue Bird pada 29 Maret 2001. Selanjutnya, Blue Bird, Blue Bird Reguler Taxi, Pusaka Reguler Taxi, Blue Bird Reguler Taxi disebut Blue Bird Grup yang kini dipimpin oleh Purnomo.
Ratna Dewi, kuasa hukum Mintarsih menjelaskan nama Blue Bird ini persis sama dengan nama penggugat (Blue Bird Taksi) dengan simbol dan logo burung biru.
"Operasionalnya menggunakan gedung dan fasilitas Blue Bird Taksi," katanya seperti dikutip dari kontan.co.id.
Kedua, Purnomo selaku direktur Blue Bird Taksi tidak bertanggungjawab menjalankan perusahaan, dengan tidak menjalankan Anggaran Dasar. Alhasil Blue Bird Taksi tidak terdaftar sebagai badan hukum di Kemenkumham.
"Sebaliknya mendirikan Blue Bird Group," ujarnya.
Ketiga, tidak memperpanjang merek dan logo Blue Bird Taksi burung biru. Sebaliknya, merek dan logo itu kemudian dipakai oleh Blue Bird Grup. Mintarsih menggugat ganti rugi kepada Purnomo senilai Rp 7,49 triliun. Tak hanya itu, ia minta ganti rugi imateriil sebesar Rp 200 miliar. kontan/tribunnews/edwin firdaus