Pengamat: Calon Menteri ESDM Harus Punya Integritas
Kemudian, ia juga memiliki keberanian dan integritas untuk membersihkan sektor migas dari berbagai mafia dan kelompok kepentingan yang sudah merusak.
Penulis: Sanusi
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Kebijakan Migas Yusri Usman mengatakan calon menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) harus memiliki sejumlah syarat penting yakni memahami tata kelola migas dari hulu hingga hilir.
Kemudian, ia juga memiliki keberanian dan integritas untuk membersihkan sektor migas dari berbagai mafia dan kelompok kepentingan yang sudah merusak.
"Dia harus punya integritas karena sistem di sektor migas sudah rusak dan sudah terbentuk lama. Jangan sampai seperti ustadz di kampung maling," tegas Yusri, Senin (15/9/2014).
Ia mencontohkan, Rudi Rubiandini yang dianggap bersih, dosen teladan, ketika masuk sistem yang sudah rusak malah berbalik arah ikut terbawa sistem yang rusak. Terlibat korupsi. "Rudi yang dianggap bersih teladan kemudian terperosok, dia tidak tidak sanggup menahan gelontoran uang," tegasnya. Apalagi sosok yang selama ini sudah disebut sebut tidak bersih.
Yusri menambahkan, dari fakta persidangan Rudi Rubiandini baik sebagai saksi maupun tersangka di pengadilan tipikor, terungkap bahwa sebagian pemberian yang 500 ribu dolar AS ada ditagih anggota DPR dari janji Kepala BP Migas sebelumnya.
Pimpinan BP Migas sebelum Rudi Rubiandini adalah Raden Priyono. BP Migas sendiri dibubarkan melalui putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 13 November 2012 dan kemudian berganti menjadi SKK Migas "Harusnya Raden Priyono diperiksa dan dihadirkan di persidangan," tegas Yusri.
Untuk itu, Yusri, meminta ada komitmen kuat dari presiden terpilih Joko Widodo untuk memperbaiki sektor migas dengan tidak memilih calon menteri atau pejabat pendukung yang diduga bermasalah. Jika tidak, apa yang diucapkan dengan hendak memberantas mafia migas hanya slogan semata.
Menurut Yusri, Raden Priyono diduga bermasalah karena sebelumnya pernah disebut dalam dokumen Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait impor kapal Joko Tole dan juga kepindahan Gedung BP Migas ke Wisma Mulia yang diduga merugikan keuangan negara.
"Data itu kan bukan keluar dari LSM, itu disebutkan oleh BPK yang memang bertugas melakukan audit dan akan disampaikan akan diserahkan ke DPR, Mabes Polri, sampai KPK," tegasnya.
Hanya, Yusri merasa heran, data BPK itu sampai sekarang justru tidak pernah ditindaklanjuti oleh penegak hukum sehingga memunculkan pertanyaan besar. "Apakah dengan diamnya ini mereka terlihat. Ini kan juga harus diungkap karena menyangkut nama Priyono sendiri," ujar Yusri.
Jika seorang calon menteri terlibat masalah, maka akan rentan jadi alat tawar sehingga justru kerjanya tidak maksimal. Mereka yang berkepentingan dengan sektor migas akan selalu mencari-cari kesalahan.
Untuk itu, jelang penentuan nama-nama resmi calon menteri, ia berharap sejumlah lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan PPATK, untuk lebih aktif melakukan kroscek menelusuri rekam jejak para calon menteri.
"Misal KPK dan PPATK kan akan beri masukan ke Jokowi JK, ini harus terus dicermati terkait konsistensi Jokowi - JK yang berniat memberantas mafia migas. Jangan sampai revolusi mental ini omong doang. Misal memberantas mafia migas justru malah memilih sejumlah nama atau mendekati nama-nama yang sering disebut justru dekat dengan mafia migas seperti eks dirut Pertamina Ari Soemarno dan Raden Priyono" tandasnya.
Ekonom Universitas Pajajaran Bandung, Kodrat Wibowo pun menyarankan, harus ada nuansa baru di Kementerian ESDM. Orang-orang yang punya keterkaitan atau dugaan dekat dengan mafia minyak, atau orang lama di kementerian yang seringkali mementingkan kelompoknya, tidak dipilih.
Seperti diketahui, sejumlah nama disebut akan menduduki posisi Menteri ESDM antara lain Mantan Direktur Jenderal Energi Terbarukan Kementerian ESDM Luluk Sumiarso. Anggota Dewan Energi Nasional Tumiran.
Raden Priyono, Kepala BP Migas periode 2008-2013. Bekas Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Evita Legowo hingga Kuntoro Mangkusubroto, Ketua Unit Kerja Presiden Pengawasan Pengendalian Pembangunan.