Organda Tolak Kenaikan Harga BBM Bersubsidi
Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) menolak bila kenaikan tersebut dipukul rata untuk semua jenis kendaraan.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Keinginan Presiden terpilih untuk menaikkan harga BBM bersubsidi agar beban subsidi berkurang mendapatkan tentangan. Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) menolak bila kenaikan tersebut dipukul rata untuk semua jenis kendaraan.
Mereka melalui Eka Sari Lorena, Ketua Umum Organda meminta, agar kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut dikecualikan untuk angkutan umum dan penumpang. Permintaan tersebut mereka sampaikan dengan beberapa alasan.
Pertama, kekhawatiran atas akan meningkatnya beban biaya operasional kendaraan. Eka mengatakan bahwa sampai saat ini angkutan umum baik penumpang maupun barang sudah mendapatkan beban yang cukup berat dari kenaikan harga suku cadang dan kendaraan yang dalam satu tahun belakangan ini sudah mencapai 10%- 15%.
Dia khawatir, kalau kenaikan harga BBM juga diberlakukan oleh pemerintah untuk angkutan umum penumpang dan barang, itu semua akan meningkatkan biaya operasional pengusaha angkutan. Dan kalau dibiarkan oleh pemerintah tetap naik, Eka khawatir, perusahaan angkutan umum penumpang dan barang akan banyak yang tutup.
Sebab, selain dibebani biaya operasional yang tinggi, pengusaha angkutan umum penumpang dan barang saat ini juga mendapatkan tekanan dari faktor angkut. Menurut Eka, faktor angkut muatan atau load factor saat ini hanya berkisar 45%- 50% saja. Sehingga, load factor tersebut tidak bisa menutupi biaya operasional dan investasi perusahaan.
"Menaikkan tiket untuk menekan biaya operasional bukan opsi, karena kalau dinaikkan, itu kami khawatir gonduruwo yang naik, karena kenaikan itu tidak menguntungkan ke masyarakat dan kami juga," kata Eka Kamis (2/10).
Ardiansyah, Sekretaris Jenderal Organda Pusat mengatakan bahwa tidak banyak alokasi anggaran yang harus dianggarkan oleh pemerintah untuk memberikan subsidi untuk BBM angkutan umum penumpang dan barang. Perkiraan ini dibuatnya berdasarkan tingkat penggunaan BBM subsidi oleh angkutan umum penumpang dan barang yang selama ini tidak lebih dari 10% dari total BBM subsidi yang disediakan pemerintah.
"Kecil penyerapan, untuk angkutan penumpang saja cuma 3%, dan barang hanya 4%," katanya.
Sebagai catatan saja, Presiden terpilih Joko Widodo memang berencana untuk mengurangi belanja subsidi yang belakangan ini semakin membengkak. Salah satu pilihan yang akan ditempuh oleh Jokowi adalah menaikkan harga BBM Bersubsidi.
Luhut Pandjaitan, Penasihat Tim Transisi Jokowi- JK beberapa waktu lalu mengatakan bahwa rencana kenaikan harga BBM pada pemerintahan Jokowi akan dilakukan November mendatang dengan besaran kenaikan mencapai Rp 3000 per liter.