Buruh Minta Biaya Pijat Dimasukkan Komponen Hidup Layak
Anggota Dewan Pengupahan DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengungkapkan Komponen Hidup Layak (KHL) yang diminta para buruh semakin banyak
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Dewan Pengupahan DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengungkapkan Komponen Hidup Layak (KHL) yang diminta para buruh semakin banyak. Pada awalnya pengusaha sudah membatasi 60 KHL, namun buruh meminta 84 KHL.
Sarman memaparkan, salah satu KHL yang diminta adalah biaya pijat. Alasannya, para buruh merasa pegal setelah bekerja seharian.
"Sekarang mereka pegal-pegal, butuh tukang pijat," ujar Sarman, di Hotel JS Luwansa, Jumat (24/10/2014).
Selain itu Sarman memaparkan, biaya ongkos naik angkutan umum juga dimasukkan ke dalam KHL. Para buruh mengatakan ongkos tersebut untuk bepergian mengunjungi teman dan saudaranya yang akan menikah atau acara keluarga.
"Mereka bilang kita pekerja sosial, mau ketempat teman kawinan nggak ada ongkos, ongkos sosial," ungkap Sarman.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Jakarta itu melihat penambahan KHL hanya mempermalukan pekerja Indonesia di mata investor asing. Pasalnya banyak kebutuhan yang tidak mendasar namun dituntut seperti hal diatas.
"Kita nggak perlu jumlah KHL, tapi kualitasnya," papar Sarman.