Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Buruh Minta Upah Naik 30 Persen, Pengusaha Menolak

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri DKI Jakarta, Eddy Kuntadi, mengungkapkan buruh menuntut kenaikan upah 30 persen

Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Sanusi
zoom-in Buruh Minta Upah Naik 30 Persen, Pengusaha Menolak
Warta Kota/henry lopulalan
DEMO UMP - Gabungan buruh dari berbagai organisasi berdemo untuk penentuan nilai upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun depan di depan gedung Balaikota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Selasa (21/10/2014). Buruh menuntut kenaikan UMP 2015 DKI Jakarta sebesar 30%. Warta Kota/henry lopulalan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta, Eddy Kuntadi, mengungkapkan buruh menuntut kenaikan upah 30 persen. Namun pengusaha menolak keinginan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang diajukan para buruh.

"Sekarang belum diputuskan, kalau menurut saya terlalu tinggi," ujar Edi, di Hotel JS Luwansa, Jumat (24/10/2014).

Menurut Edi, pengusaha masih merundingkan kembali tuntutan buruh tersebut. Pasalnya dari pengusaha sendiri menawarkan kenaikan UMP di angka berkisar 8-10 persen.

"Kalau tidak salah sekarang kan masih ada perundingan. Kemarin ada indikasi kenaikan berkisar antara 8-10 persen," ungkap Edi.

Edi menambahkan, dengan angka tersebut tidak ada yang keberatan di mata para pengusaha. Karena kenaikan tersebut dinilai wajar mengingat kenaikan tahun lalu berada di kisaran angka tersebut.

"Jadi itu tingkat kewajaran kenaikan dari tahun ke tahun sebagai pertimbangan," papar Edi.

Seperti diketahui, buruh meminta kenaikan upah minimum untuk buruh formal sebesar 30 persen pada 2015 dari upah masing-masing daerah tahun 2014.

BERITA REKOMENDASI

Buruh beralasan saat ini nilai upah di Indonesia menjadi tertinggal dibandingkan beberapa negara lain di Asia Tenggara, seperti Thailand, Filipina dan Malaysia yang upah buruh di atas Rp 3,2 juta.

Pihaknya menilai ada persoalan yang membuat upah minimum di Indonesia tidak lebih baik dibandingkan upah di negara tetangga, antara lain jumlah komponen kebutuhan hidup layak (KHL) beserta mekanisme penetapannya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas