Ekonom: Harga BBM Sebaiknya Naik Rp 2.500
Tony Prasetiantono menyarankan agar Pemerintahan Joko Widodo Jusuf Kalla hanya menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 2.500.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom Universitas Gadjah Mada, sekaligus Komisaris Independen PermataBank Tony Prasetiantono menyarankan agar Pemerintahan Joko Widodo Jusuf Kalla hanya menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sebesar Rp 2.500.
Menurut Tony, kenaikan harga sebesar itu membuat bank sentral tidak perlu menaikkan suku bunga acuan (BI Rate) yang pada akhirnya akan memperketat likuiditas perbankan.
"Santer terdengar tambahan beban Rp 3.000 per liter untuk BBM bersubsidi. Kalau saya hitung, harga eceran di atas Rp 9.000 membuat inflasi mencapai 8 persen. Saya usul, sebaiknya kenaikan harga BBM tidak Rp 3.000 tapi maksimum Rp 2.500," tutur Tony di Jakarta, Rabu (12/11/2014).
"Kalau naik Rp 2.500, inflasi hanya 7 persen, ini tidak perlu menaikkan BI Rate. Secara psikologi, lebih baik. Kalau kapannya pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, terserah," ucapnya.
Adapun mengenai waktu kenaikan, menurut Tony, hal itu terserah kepada pemerintah.
"Terserah, tapi November adalah waktu yang tepat. Desember juga tidak apa-apa. Asal jangan Januari, karena hujan, banjir, macet, distribusi terganggu," ujar Tony.
Tony juga mengatakan, berapa pun dan kapan pun kebijakan kenaikan harga BBM tersebut dilakukan, langkah tersebut sudah memberikan sinyal positif kepada investor.
Alokasi dana sebesar Rp 263 triliun untuk subsidi yang selama ini dianggap salah tempat, bisa lebih produktif. "Bagi investor, itu psikologis yang baik," katanya.(Tabita Diela)