Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pemerintahan SBY Dianggap Biang Karut Marut Persoalan BBM subsidi

"Membengkaknya konsumsi BBM bersubsidi dipengaruhi oleh kegagalan pemerintahan yang lalu," kata Marpaung.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pemerintahan SBY Dianggap Biang Karut Marut Persoalan BBM subsidi
Tribunnews.com/Andri Malau
Aktivis Gema Hanura 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Gerakan muda Hati Nurani Rakyat (Gema Hanura) menuding pemerintahan sebelumnya yakni pemerintahan SBY-Boediono berada dibalik membengkaknya konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Alhasil pemerintahan sekarang yakni pemerintahan Jokowi-JK terkena dampaknya akibatnya tertekannya APBN.

"Membengkaknya konsumsi BBM bersubsidi dipengaruhi oleh kegagalan pemerintahan yang lalu dalam mengatasi penyelundupan BBM bersubsidi," ungkap Anggota DPP Gema Hanura, Nasrun Marpaung, dalam keterangan persnya di Cikini, Jakarta, Minggu (16/11/2014).

Menurut dia, pemerintahan SBY juga telah membiarkan berlangsungnya praktek-praktek yang merugikan dalam tata niaga minyak nasional. Baik itu dalam pengadaan BBM bersubsidi maupun pengadaan minyak mentah dan penjualan produk minyak.

Selain itu, pemerintahan yang lalu juga dituding tidak menjalankan kewajiban menyediakan transportasi publik yang layak dan Terjangkau untuk seluruh masyarakat.

Kondisi ini membuat masyarakat dihadapkan pada situasi yang nyaris tanpa pilihan selain memaksakan diri memiliki kendaraan sendiri yang kemudian juga difasilitasi oleh Pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan mobil murah.

Akibatnya, kata Marpaung, pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor menjadi tidak terkendali dan mendorong membengkaknya konsumsi BBM bersubsidi. Bahkan sampai melampaui kuota yang telah diatur melalui undang-undang.

Pemerintahan sebelum Jokowi juga dituding tidak pernah menghitung secara berdaulat harga pokok produksi BBM subsidi untuk digunakan sebagai dasar penghitungan besaran subsidi yang nyata dalam APBN.

Berita Rekomendasi

Karena selama ini, ujar Marpaungm, besaran subsidi BBM dihitung dengan menggunakan harga pasar minyak dunia, yang selain menunjukkan besaran yang nyata juga bertentangan dengan UUD 1945.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas