Bermodal Emas Istri Rp 150 Ribu, Kini Kerajinan Payet Paidi Dihargai Rp 1,2 Juta
Paidi bersama sang istri sedang sibuk merangkai mote (manik-manik) pada sehelai kain beludru hitam
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, KLATEN - Memulai usaha dengan menggadaikan tiga gram perhiasan milik sang istri, kini bisnis kerajinan payet mote milik Paidi Hadiwarsito (56) semakin berkembang.
Warga Dusun Gemblongan, Desa Troso, Kecamatan Karanganom tersebut bahkan bisa menunaikan ibadah haji, dari hasil tabungannya.
Ditemui di kediamannya, Paidi bersama sang istri sedang sibuk merangkai mote (manik-manik) pada sehelai kain beludru hitam.
Ia mengatakan, kerajinannya itu diaplikasikan sebagai penghias pada baju pengantin dan pakaian adat dari berbagai daerah di Indonesia.
Dirinya berkisah, pada awal usaha ia terbilang nekat. Pada saat dirinya menjual perhiasan sang istri. Saat itu tiga kilogram perhiasan, hanya dihargai dengan Rp 150 ribu.
Menggunakan modal tersebut, ia membeli sepasang kain beludru dan mote. Tidak disangka, kerajinan yang dijahit sendiri oleh sang istri Nurul Chomsatun (48) laku.
"Modalnya ya itu, dari jualan tersebut akhirnya bisa berkembang," ujarnya Sabtu (29/11/2014).
Nurul mengaku, pada saat permulaan usaha, dirinya menjahitkan manik-manik mote hingga tengah malam. Sedangkan pada siang hari, dirinya menjaga anak-anaknya.
Sementara sang suami, mencari ikan untuk kemudian dijual sebagai kebutuhan sehari-hari.
Ia menambahkan, semua bahan kerajinannya, diperoleh dari Pasar Tanah Abang Jakarta. Hal itu karena alasan harga yang lebih "miring".
Kini setelah 34 tahun berusaha, pasangan ini telah menjalankan usahanya secara mandiri. Paidi mengungkapkan hasil kerajinannya, dihargai antara Rp 750 hingga R 1,2 juta, bergantung kualitas.
Harga tersebut bisa melambung, jika sampai kepada pedagang di Tanah Abang ataupun DI Yogyakarta. (tribunjogja.com)