Sistem Verifikasi Legalitas Kayu untuk Berantas Pembalakan Liar
Setidaknya terdapat beberapa hal yang diatur dalam revisi Permen LHK ini.
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian LHK Bambang Hendroyono menjelaskan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) merupakan aturan mandatory.
Tujuan dari aturan disusun secara multipihak dalam rangka menjamin kelestarian pengelolaan hutan dan/atau legalitas kayu, serta ketelusuran kayu melalui S-PHPL, S-LK, dan Deklarasi Kesesuaian Pemasok (DKP).
"SVLK dibangun dengan tujuan untuk pemberantasan illegal logging dan illegal trading, perbaikan tata kelola usaha produk industri kehutanan, kepastian jaminan legalitas kayu, meningkatkan martabat bangsa, dan promosi kayu legal yang berasal dari sumber yang lestari," ujar Bambang Hendroyono, Senin (29/12/2014).
SVLK saat ini digunakan sebagai instrumen dalam perdagangan kayu legal yang telah dinegosiasikan dengan pasar utama, antara lain Uni Eropa, Australia, Jepang, Kanada, Tiongkok, Amerika Serikat, dan Korea Selatan. Alhasil, produk industri kehutanan dari Indonesia tidak dikenakan due diligence (uji tuntas).
Setidaknya terdapat beberapa hal yang diatur dalam revisi Permen LHK ini. Pertama, penyesuaian verifier proses Verifikasi Legalitas Kayu (VLK) bagi IKM mebel/furnitur.
Kedua, pemegang IUI, TDI, dan Industri Rumah Tangga/Pengrajin dapat mengajukan Sertifikasi Legalitas Kayu secara berkelompok.
Ketiga, pembiayaan sertifikasi secara kelompok dan penilikan ( surveillance) periode pertama dapat dibiayai oleh pemerintah atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
Keempat, ekspor bagi ETPIK IKM mebel/furnitur yang belum atau sudah memiliki S-LK yang bahan baku produk olahannya belum memiliki S-LK atau DKP menggunakan Deklarasi Ekspor sampai dengan 31 Desember 2015; serta rasionalisasi biaya sertifikasi bagi unit manajemen.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.