Pengakuan Rusdi Kirana: di Hadapan Anak Buah Terlihat Kuat dan Senyum, di Ruangan Saya Menangis (4)
Rusdi Kirana, pemilik maskapai Lion Air memiliki pribadi yang kuat. Sebagai pucuk pimpinan maskapai yang memiliki karyawan lebih dari 20.000 karyawan
Editor: Yulis Sulistyawan
TRIBUNNEWS.COM - Rusdi Kirana, pemilik maskapai Lion Air memiliki pribadi yang kuat. Sebagai pucuk pimpinan maskapai yang memiliki karyawan lebih dari 20.000 karyawan, ketangguhan mentalnya sudah teruji. Namun sesekali kejadian yang menimpa pesawat dan penumpangnya, membuatnya menangis.
Tangisan itu tak akan pernah ditampakkan Rusdi Kirana di hadapan anak buahnya. Ia memilih menangis di ruang kerjanya sendirian.
Berikut pengakuan Rusdi Kirana dalam wawancara khusus dengan wartawan Majalah Angkasa, Reni Rohmawati, tahun 2013 lalu. Petikan wawancara ini pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Desember 2013, dengan judul asli “Rusdi Kirana: Sosok Misteri – Who Makes People Fly.”
Bagaimana dengan kejadian di Manado? (Penumpang kepanasan, sampai membuka pintu darurat. Baca: AC Tak Dingin, Penumpang Lion Air Buka Pintu Darurat)
Tak usah berdebat dan membela diri. Yang kita lakukan, kita perbaiki. Saya panggil direktur teknik, direktur operasi, danground handling. Kelemahan kita ini pada orang, dan ini yang harus dibangun. Saya juga harapkan kayawan saya care terhadap penumpang, walaupun ini tidak mudah.
Penumpang sekarang juga tak mudah, dengan emosi yang berbeda-beda. Kita tak perlu berdebat dengan mereka. Saya tak mau diwawancara, tak pernah berikan statement.
Kenapa? Kita tak perlu defense. You can say I’m wrong, oke karena memang saya di pelayanan. Dalam layanan saya tak mau debat agar orang itu mengatakan saya benar. Kamu mengatakan saya benar, setelah kamu merasakan produk saya.
Kalau kamu anggap produk saya tak benar, ya saya perbaiki. Tapi kalau saya anggap produk saya sudah benar, it’s your choice. Kita tak bisa mencari alasan dari kegagalan kita. Yang kita lakukan adalah kita improve diri kita.
Apa dampak kejadian Manado bagi Anda?
Luar biasa kejadian Manado itu. Saya pun terkaget-kaget. Saya pikir biasa saja. Saya tahu beberapa orang yang iseng. Saya punya bukti, tapi yang rugi kalian. Kalian jadi tak fokus dan rugikan diri sendiri.
Kapan-kapan,coba Mbak Reni merenung. Airlines mana di Indonedia, even di ASEAN, mungkin di Asia, di dunia, yang mengalami fatal, sangat fatal. Dari masalah pilot trust, incident, accident, problem pesawat terbesar, sampai market share 50 persen. Tak ada.
Pak Chappy (Hakim) telepon saya, ‘Mental lu kuat!’ Kenapa? Tak kuat mental saya. Saya menangis di ruangan saya, tapi tak di luar. Di luar saya tersenyum.
Saya menangis tersengguk-sengguk. Waktu saya menangis itu, ada anak saya melihat. Saya juga dapat tekanan tinggi, tapi saya berusaha untuk tough. Salah satu yang membuat saya lebih tough: tutup kuping, tutup mata, tutup mulut.
Mungkin orang marah karena mereka terpengaruh oleh berita-berita itu, seakan-akan kita ini tak punya nurani. Kita tak salahkan mereka. Kita tak peduli ini pelayanan lagi ada masalah. Yang kita mau adalah giving good service. Saya juga tak salahkan infrastruktur.Saya juga tak mau hipokrit.
Yang membuat saya lebih kuat dalam hidup, saya berdoa. Tuhan, terima kasih saya masih ada kesehatan dan rezeki.
Waktu saya berdoa, saya membayangkan zaman saya waktu susah. Saya membayangkan kalau saya tak punya apa-apa. Di situ saya merasa encouraged. Tak usah berpikir hal-hal yang membuat kita jadi dis-couraged.
Kita harus mengerti, di bidang ini kejadian seperti itu pasti terjadi. What did you expect dengan penerbangan yang sangat besar itu? Banyak airlines yang alami seperti saya juga, tapi kenapa tak diekspos? Saya dalam 13 tahun dengan pencapaian sampai hari ini, gila! Misteri apa ini? (Angkasa/Intisari/Kompas.com)