Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

BPH Migas: Tingkat Konsumsi BBM Bersubsidi Turun 10 Juta KL dalam Tiga Tahun

Andy Norsaman Sommeng mengatakan sejak 2013 lalu hingga kini, penurunan tingkat konsumsi BBM mencapai sekitar 10 juta kiloliter.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in BPH Migas: Tingkat Konsumsi BBM Bersubsidi Turun 10 Juta KL dalam Tiga Tahun
Tribunnews.com/Rekso Purnomo
Ketua Badan Pelaksana Harian (BPH) Migas, Andy Norsaman Sommeng, saat memberikan keterangan pada wartawan, usai menemui Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla di Istana Wapres, Jakarta Pusat, Jumat (10/4/2015). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konsumsi BBM bersubsidi Indonesia terus menurun beberapa tahun terakhir. Ketua Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu (BPH) Migas, Andy Norsaman Sommeng mengatakan sejak 2013 lalu hingga kini, penurunan tingkat konsumsinya mencapai sekitar 10 juta kiloliter.

"Konsumsi BBM itu turun, artinya kita bisa menekan konsumsi nasional, dulu konsumsi nasional disalahgunakan," kata Andy usai menemui Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla di Istana Wapres, Jakarta Pusat, Jumat (10/4/2015).

Pada tahun 2013 jatah BBM bersubsidi di Indonesia mencapai 48 juta kiloliter, dan di akhir tahun cadangan. BBM bersubsidi masih tersisa sekitar 300 ribu kiloliter. Pada tahun 2014 jatah BBM bersubsidi diturunkan menjadi 46 kilo liter, dan itu pun masih tersisa sekitar 300 ribu liter.

"Artinya kita juga menahan (tingkat konsumsi). Padahal kalau kita mengikuti konsumsi riil (bahaya nanti)," ujar Andy.

Tahun 2015 ini tingkat konsumsi BBM bersubsidi diprediksi akan kembali berkurang, karena kebijakan pencabutan subsidi atas BBM jenis premium. Andy mengklaim hal itu sebagai salah satu hasil dari upaya BPH Migas selama ini.

Namun demikian Indonesia masih harus memperbaiki cadangan nasional. Saat ini perbandingan antara cadangan dan produksi adalah 6:10, atau dengan kata lain cadangan Indonesia lebih dari pada konsumsi.

Berita Rekomendasi

"Artinya itu akan menguras isi bumi kita," ujar nya.

Cadangan tersebut adalah cadangan operasional yang dimiliki Pertamina. Cadangan tersebut juga dalam banyak kasus justru merugikan Pertamina, karena Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu terpaksa menyimpan minyak yang harusnya bisa dijual dan memberikan keuntungan untuk negara.

"Kalau harusnya (kebutuhan) empat belas hari saja, dia (Pertamina) harus menyediakan (cadangan) dua puluh tiga hari. Satu hari (saja) untuk cadangan uang yang harus disiapkan Rp 1,2 triliun, jadi berapa triliun tuh uang mati," tandasnya.

Beban tersebut menurut Andy masih bisa dibagi, Pertamina tidak harus sendirian dalam menyimpan BBM. Kerugian Pertamina bisa diminimalisir, bila kewajiban menyimpan itu dibagi antara pemerintah dan pihak lain.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas