Peluang Usaha: Matheus Sukses dengan Percetakan Bata Ringan
Selain keuletan, modal utamanya adalah pengetahuan tentang produk dan membaca pasar
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Seorang tamatan sekolah menengah atas mampu memiliki pabrik batu bata ringan. Selain keuletan, modal utamanya adalah pengetahuan tentang produk dan membaca pasar. Bisnis ini, sampai sekarang masih menjanjikan. Mau?
Pelbagai bisnis yang berhubungan dengan konstruksi dan infrastruktur kelihatannya bakal moncer tak cuma di tahun ini, tapi juga beberapa tahun mendatang.
Penyebabnya? Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla menjadikan pembangunan infrastruktur sebagai fokus program ekonominya hingga 2019.
Mengutip catatan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), sampai tahun 2019, ada enam proyek infrastruktur yang akan jadi prioritas.
Pertama, jalan baru sepanjang 2.650 kilometer (km), dengan 1.000 km di antaranya berupa jalan tol, serta program pemeliharaan jalan sepanjang 46.770 km.
Kedua, pelabuhan penyeberangan baru di 60 lokasi. Ketiga, pembangunan pelabuh-an baru, sebanyak sekitar 24 pelabuhan. Keempat, pendirian bandara baru sebanyak 15 bandara. Kelima, program pengadaan bus angkutan umum atau bus rapid transit (BRT) di enam kota metropolitan dan 17 kota besar.
Terakhir, alias fokus keenam, adalah pembangunan jalur keretaapi baru sepanjang 3.258 km di Jawa, Kalimantan, Sumatra, dan Sulawesi. Jalur kereta ini terdiri dari 2.159 km antarkota dan 1.099 km kereta dalam perkotaan.
Nah, para pemilik pabrik atau pengusaha bisnis batu bata ringan berpendapat, program-program tersebut akan menyebabkan multiplier effect alias efek berkelanjutan yang besar, terutama di kota-kota tempat proyek berlangsung. Lapangan pekerjaan baru bermekaran dan permintaan bahan-bahan bangunan melejit.
Selanjutnya, roda ekonomi akan menggelinding; merembet ke wilayah-wilayah sekitarnya. Daerah-daerah yang sebelumnya sulit bergerak, tiba-tiba menggeliat.
Kantor-kantor, perumahan, atau minimarket baru akan tumbuh bak cendawan. Dus, di saat itulah permintaan terhadap bahan bangunan akan semakin tak terbendung.
Bahkan, tanpa adanya proyek-proyek itu pun, sebenarnya permintaan akan bahan bangunan di kota-kota besar sudah gila-gilaan. Yang paling tinggi, datang dari para kontraktor proyek perumahan. "Kami sampai kewalahan," tutur Matheus Damian, pendiri dan pemilik PT Solid House di Medan, Sumatra Utara.
Bicara data, di Kementerian Perindustrian saat ini terdaftar 168 perusahaan produsen batu bata lingkup nasional. Total jumlah itu memang tidak hanya perusahaan batu bata ringan, namun bercampur dengan produsen batu bata tanah liat (bata merah) dan batu bata dari semen (batako). Itu pun, dari total jumlah perusahaan penghasil batu bata, hanya empat perusahaan yang mengekspor produknya ke mancanegara.
Padahal, permintaan cukup besar. Data Kemperin menyebut, ada sekitar 20 perusahaan yang butuh pasokan bahan bangunan, terutama produk batu bata ringan. Sebut saja Alfred Neumann GmbH & Co dari Jerman, Wada Co Ltd dari Jepang, Alerfani Bldg Materials Trading LLC dari Uni Emirat Arab, atau Sarmanto dari Italia.
Maklum, kata para pemilik pabrik, untuk memenuhi pasar permintaan dalam negeri saja sudah kewalahan. Yang ekspor, papar Matheus, barangkali adalah mereka yang masih terafiliasi dengan importir di luar negeri.