Dana Pensiun Swasta Ancam Bubarkan Diri
Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (ADPLK) merekomendasikan tiga usulan kepada pemerintah.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Industri dana pensiun swasta dipastikan bakal kebakaran jenggot dengan diberlakukannya pungutan 8% untuk program pensiun Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Makanya, Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (ADPLK) merekomendasikan tiga usulan kepada pemerintah.
Usulan pertama, kata Nur Hasan Kurniawan, Wakil Ketua Umum Perkumpulan DPLK, pemerintah hendaknya fokus mengoptimalkan dana kepesertaan program jaminan hari tua yang sudah berlangsung sejak 1992.
Sebab, dari 63 juta pekerja sektor formal, baru 15 juta atau 24% yang baru ikut serta. "Itu saja (jaminan hari tua) tidak optimal, mengapa harus membebani pemberi kerja dan pekerja dengan kebijakan baru, iuran baru?" kata Nur, kemarin.
Kedua, jika pemerintah tetap memaksakan iuran pensiun diwajibkan, sebaiknya jumlah pungutan diturunkan di bawah 2% dan meningkat secara bertahap.
Alasannya, iuran jaminan hari tua sebesar 5,7% saja tidak seluruh peserta membayar. Apalagi kalau ditambah dengan iuran baru sebesar 8%. Pemberi kerja dan pekerja yang belum mengiur jaminan hari tua pasti akan kaget dengan iuran total 13,7%.
Usulan ketiga, adalah menunda program iuran pensiun ini. Asosiasi menilai, pemberlakuan program jaminan pensiun terlalu terburu-buru.
"Tak banyak pekerja yang memahami bahwa iuran pasti dengan manfaat pasti baru bisa diperoleh tahun 2030 atau 15 tahun setelah membayarkan iuran," imbuh Suheri, Pelaksana Tugas Ketua Umum Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI).
Akan bubarkan diri
Wajar jika pelaku dana swasta ketar-ketir terhadap program dana pensiun BPJS Ketenagakerjaan ini. Sebab, bisnis dana pensiun akan terganggu.
Dengan adanya program iuran wajib ini, industri dana pensiun swasta meramalkan pertumbuhan dana pensiun swasta bakal negatif. Padahal, dalam lima tahun terakhir, dana kelolaan dapen swasta rata-rata tumbuh 20% saban tahunnya.
"Kami perkirakan tadinya tumbuh 20%, tetapi dengan jaminan pensiun kami kira bisa minus," jelas Nur Hasan tanpa menyebut seberapa besar pertumbuhan dapen swasta bakal terkoreksi.
Tak heran jika dapen swasta meluncurkan protes keras kepada pemerintah. Bahkan ADPI dan Perkumpulan DPLK siap membubarkan diri dan menghentikan kepesertaan jika pemerintah bersikeras.
Menurut Suheri, besaran iuran yang dipatok memberatkan pemberi kerja dan pekerja. Tanpa jaminan pensiun saja, beban kesejahteraan pekerja sudah mencapai 18,24% - 20,74%.
Ditambah jaminan pensiun, beban kesejahteraan berpotensi meningkat menjadi 26,24% - 28,74%.
Tentu saja, bagi pekerja yang tidak sanggup lagi menanggung beban akan memilih program wajib BPJS Ketenagakerjaan dan melepas kepesertaan dapen swasta yang sifatnya sukarela.
Sementara, di sisi lain, Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPKK) memiliki kewajiban tetap membayarkan kewajiban kepada pensiunan setiap bulan. "Iuran tidak ada, bagaimana bisa berbisnis," kata Suheri. (Christine Novita Nababan)