BPJS Ketenagakerjaan: Iuran Pensiun 8 Persen bukan Ditentukan 'Asal-asalan'
BPJS Ketenagakerjaan menilai dana yang diperlukan untuk program pensiun jaminan pasti, nominalnya harus besar.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menilai dana yang diperlukan untuk program pensiun jaminan pasti, nominalnya harus besar. Sebab, ketika ada penyaluran dana pensiun ke pekerja maka uangnya tersedia dan pemerintah tidak ikut serta menanggung.
Hal tersebut diungkapkan, Kepala Divisi SDM BPJS Ketenagakerjaan Abdul Latif Algaf untuk menjawab adanya pemikiran bahwa pengumpulan dana yang terlalu besar dapat disalahgunakan oleh pihak tertentu.
"Lho memang harus besar jumlahnya, kalau tidak besar, kita bayarnya pakai apa, masa badan penyelenggara kekurangan duit karena pembukaan rendah (iuran). Kita harus ada fiskal sustainability. Kalau ada penyelewengan akan ditahan," kata Abdul di Jakarta, Rabu (13/5/2015) malam.
Menurut Abdul, instansi pemerintah yang mengelola dana pensiun memang harus memiliki dana yang sangat besar. Misalnya, di Jepang yang memiliki Rp 15 ribu triliun dan Malaysia kini mempunyai dana sebesar Rp 2 ribu triliun.
"Kenapa Malaysia sudah memiliki Rp 2 ribu triliun, karena mereka sudah lama dan yang ditawarkan (iuran dana pensiun) angka yang moderat, sehingga tidak terlalu kecil," ujar Abdul.
Sementara itu, usulan BPJS Ketenagakerjaan iuran pensiun jaminan pasti sebesar 8 persen. Dimana, perusahaan menanggung 5 persen dan karyawannya membayar 3 persen, adalah angka yang sudah diperhitungkan secara matang.
"Itu sudah angka yang moderat, yang akan memberikan (dana pensiun) 30 sampai 40 persen dari pendapatannya. Namun, kami hanya sebagai operator, berapapun angkanya nanti kita akan tetap berjalan," ucap Abdul.
Wakil Sekretaris Umum Apindo Iftida Yasar mengatakan, iuran 8 persen itu sangat berlebihan sekali dan jangan memilih angka dengan membandingkan negara yang sudah lama menjalankan program tersebut. Angka yang ideal pada saat ini, yaitu 1,5 persen dan setiap tiga tahun merangkak naik 0,3 persen.
"Buat apa 8 persen kalau 1,5 persen itu cukup. Karena selama 15 tahun (sampai 2030), uang itu enggak keluar. Kalau digambarkan 8 persen, dalam 3 tahun sudah terkumpul Rp 500 triliun dan 2030 akan terkumpul Rp 6 ribu triliun. Ini dikumpulkan oleh satu tangan (BPJS Ketenagakerjaan)," tutur Iftida di tempat yang sama
Sebelumnya, Ketua Apindo Hariyadi Sukamdani mengkhawatirkan iuran yang besar dan nantinya terkumpul dana yang sangat besar berada di satu instansi, maka dapat memberi ruang para oknum untuk dikorupsi.
"Uang yang begitu besar dan dikelola BPJS Ketenagakerjaan, ini mengundang sahwat korupsi kan," kata Hariyadi.