Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Industri Migas Dinilai Jadi Motor Penggerak Ekonomi Nasional

Lebih dari itu, sektor migas juga diharapkan mampu memberdayakan masyarakat sekitar.

Penulis: Hasanudin Aco
zoom-in Industri Migas Dinilai Jadi Motor Penggerak Ekonomi Nasional
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo (kanan) memukul gong disaksikan Menteri ESDM Sudirman Said (kedua kanan), Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi (kedua kiri), Presiden Indonesian Petroleum Association (IPA) Craig Stewart (kiri) dalam pembukaan The 39th IPA convention and Exhibition di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Rabu (20/5/2015). Pameran yang berlangsung dari 20-22 mei tersebut mengangkat tema bekerja sama mengakselerasi solusi untuk mengantisipasi krisis energi di Indonesia. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Industri migas diyakini tidak hanya sebagai salah satu sumber pendapatan negara.

Lebih dari itu, sektor migas juga diharapkan mampu memberdayakan masyarakat sekitar.

Apakah sumbangsih industri migas terhadap masyarakat sudah tepat dan mampu mendongkrak kesejahteraan masyarakat? Tema inilah yang diangkat dalam sesi diskusi khusus pada hari terakhir IPA Convex ke-39 yang berlangsung 20-22 Mei 2015.

Diskusi khusus bertajuk Impact of Energy Sector as Engine of Growth of National Development, tersebut menghadirkan praktisi, aktivis, maupun akademisi.

Mereka adalah Tri Mumpuni dari Yayasan Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan, Dharmawan Indrajaya Samsu, Head of Country, BP Indonesia, Prof. Dr. Kardash Suryadi, Rektor ITB, dan Handry Satriago, CEO of General Electric Indonesia.

Menurut Tri Mumpuni, selama ini ada anggapan industri migas belum sepenuhnya mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Kualitas sumber daya manusia cenderung belum mengalami kenaikan signifikan meskipun perusahaan migas kerap menggelar kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility). Kenyataan tersebut, menurut Tri, seharusnya bisa dicegah apabila pemerintah betul-betul menempatkan sektor energi sebagai penggerak ekonomi, khususnya bagi masyarakat kelas bawah.

“Pemerintah harus buat infrastruktur energi agar masyarakat bisa menghasilkan energinya secara mandiri. Misalnya membangun sumber energi air, biogas, biomassa, dan lain-lain. Yang paling penting adalah menyediakan infrastrukturnya,” ujar Tri.

BERITA TERKAIT

Dharmawan menyebutkan, sejak ladang migas Tangguh resmi berproduksi sejak 2009 di Papua Barat, perusahaannya secara proaktif melibatkan masyarakat lokal. Selain merekrut sebagai tenaga kerja, pembangunan fasilitas sekolah dan pembangunan sentra bisnis juga menjadi perhatian BP.

“Tiga fase pembangunan BP adalah membangun masyarakat, membangun dengan stakeholder setempat, dan bekerjasama dengan masyarakat,” ujarnya.

Menurut Dharmawan, perubahan paradigma tersebut sudah dimulai sejak 2015. Dari membangun masyarakat menjadi membangun bersama masyarakat. “Kalau Anda datang ke sini untuk menolong saya lebih baik Anda pulang. Tetapi kalau Anda mau berjuang bersama, mari kita bicara,” ujar Dharmawan menirukan cerita tentang kisah suku Aborigin di Australia.

Sementara itu, Profesor Kardash juga berupaya melakukan penelitian non ilmiah di ITB. Meski statusnya sebagai kampus ilmu eksakta, Kardash meyakini aspek sosial juga tidak kalah penting. Pembelajaran tentang masalah non ilmiah tersebut, menurut Kardash, sangat penting agar mahasiswa juga memahami bagaimana ilmu pengetahuan bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.

“Kami mengundang pakar-pakar sosial ke ITB dan mengirimkan mahasiswa dan dosen ke lapangan. Ini adalah respons kami terhadap masalah sosial ini,” katanya.

Handry Satriago juga sepakat agar perusahaan energi tidak hanya menonjolkan kegiatan CSR yang telah dilakukan. Dia beralasan, ke depan arah perubahan global akan bergeser pada persaingan berbasis teknologi internet. Untuk itu, dia berharap perusahaan energi lebih baik memberikan perhatian terhadap pendidikan dan keterampilan masyarakat sekitar dengan melibatkan semua pemangku kepentingan.

Dengan kata lain, keikutsertaan semua pihak seperti pemerintah, pengusaha, serta universitas harus digalakkan.

“Kita tidak boleh hanya bangga pada tingkat pendidikan tetapi tidak punya kapabilitas. Itu tidak perlu. Yang penting bagaimana inovasinya. Itu sebabnya, kemampuan manusia Indonesia harus ditingkatkan,” harap Handry.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas