Ratusan Petani Lobster Protes Peraturan Menteri Susi Pudjiastuti
Ratusan petani lobster di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) kembali mendatangi Kantor Gubernur NTB.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, MATARAM - Ratusan petani lobster di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) kembali mendatangi Kantor Gubernur NTB.
Mereka mendesak agar Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 2015 tentang penangkapan lobster, kepiting dan rajungan serta larangan ekspor bibit lobster ukuran 50-100 gram dihapus.
Dengan membawa poster tuntutan dan jaring pocong yaitu tempat hidup bibit lobster, para petani lobster dari Lombok Barat, Lombok Tengah dan Lombok Timur menyampaikan orasinya di depan Kantor Gubernur NTB.
Menurut Eko petani lobster asal Gerupuk, Lombok Tengah, aturan tersebut dianggap merugikan petani lobster karena selama ini para petani hanya mengandalkan uang dari hasil mengirim bibit lobster ke luar negeri.
Dari hasil penjualan bibit, petani bisa mengantongi Rp 20.000 untuk satu ekor baby lobster berukuran kurang dari 300 gram.
Sementara menurut aturan yang baru, lobster hanya boleh ditangkap pada ukuran panjang karapas di atas 8 cm atau setara dengan 300 gram sampai 400 gram.
"Saya ingin ibu Susi supaya nelayan bisa beraktivitas seperti biasa. Protes kita sebagai nelayan, kenapa ibu Susi menyetop pengeksporan bibit sementara petani ini mati terus langsung tidak bisa menjual," kata Eko, Kamis (21/5/2015).
Menurut Eko sejak aturan baru ini ditetapkan, para petani mengaku merugi hingga 50 persen karena harga bibit lobster anjlok dari semula Rp 20.000 menjadi Rp 10.000. Para petani pun mengaku terpaksa mengirimkan bibit lobster ke luar negeri secara sembunyi-sembunyi.
"Terus terang saja, selama ini kita diam-diam kirim, karena kalau nunggu ukuran standar kita kewalahan masalah pakan," kata Eko.
Suasana sempat memanas ketika para petani lobster mendesak pemerintah NTB memberi solusi. Setelah berorasi, perwakilan pendemo diterima oleh Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi NTB.
Usai menyampaikan pendapat, ratusan petani lobster membubarkan diri dengan tertib dan meninggalkan kantor Gubernur NTB. (Kontributor Mataram, Karnia Septia)