Peluang Usaha: Bermodal 3 Tandan Pisang, Sukini Justru Jadi Juragan Keripik Tempe
Sukini tak pernah menyangka, usaha kecil-kecilan yang dimulainya 19 tahun lalu bisa berkembang seperti sekarang
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Sukini tak pernah menyangka, usaha kecil-kecilan yang dimulainya 19 tahun lalu bisa berkembang seperti sekarang. Dulu niatnya hanya menambah penghasilan keluarga. Kini, usaha keripik tempe yang ia beri nama Suka Nicky jadi pemasukan utama keluarga asal Desa Gumiwang, Kecamatan Purwonegoro, Banjarnegara, Jawa Tengah ini.
Setelah menikah dengan Siswanto pada 1988, Sukini dikaruniai dua orang putra. Saat itu, suaminya masih jadi pekerja lepas untuk proyek tambang dengan penghasilan tak menentu. Lantaran kebutuhan rumah tangga semakin meningkat, Sukini merasa bertanggung jawab untuk membantu suami. “Saya hanya tamatan SMA, jadi rasanya tak bisa bekerja dengan orang lain,” ujarnya.
Pada 1996, Sukini pun memulai dari hal yang ia lakukan sehari-hari, yakni memasak, walaupun ia mengaku tak terlalu jago masak. Niatnya hanya mendukung suami memenuhi kebutuhan keluarga.
Bermodalkan tiga tandan pisang seharga Rp 10.000, Sukini mengolahnya jadi keripik pisang. Setelah dibungkus secara sederhana, keripik pisang itu dibawanya ke pasar dan dititipkan pada toko. Sukini bercerita, dari hasil penjualan pertama, ia meraup untung Rp 13.000.
Usaha kecil itu pun terus dilakoninya. Akan tetapi, lama-kelamaan, ia kesulitan mendapatkan bahan baku pisang untuk diolah. Pasalnya, pisang tergolong buah musiman. Ketika musim kemarau, bahan baku langka dan mahal harganya.
Sekitar tahun 2000-an, Sukini pun beralih memasarkan produk keripik tempe. “Saya ingin punya produk yang bahan bakunya mudah didapat alias ada terus,” kata dia.
Awalnya, Sukini menggunakan tepung beras untuk menggoreng tempe. Produknya ia beri nama Aneka Rasa. Namun, merek usaha ini ia ganti menjadi Suka Nicky supaya lebih menarik dan gampang diingat. “Biar konsumen suka dengan keripik buatan saya, bukan keripik yang lain,” kelakar dia.
Tak seperti usaha keripik tempe lain, Sukini hanya memasarkan satu varian keripik Suka Nicky. Sukini bilang, ia pernah coba membuat keripik tempe rasa pedas, gurih, dan manis. Ternyata, produk itu kurang laku di pasaran. Masyarakat lebih suka dengan keripik tempe dengan rasa orisinal.
Penjualan keripik tempe Suka Nicky pun semakin berkembang. Dahulu, Sukini harus menjual produknya dari satu toko ke toko lain. Sementara saat ini, ia tak perlu repot-repot mendatangi pembeli. Justru, pembeli yang mendatangi dapur produksinya.
Cara ini dianggap Sukini lebih efisien. Dus, ia bisa fokus memikirkan produksi. Walaupun tak lagi turun tangan membuat keripik tempe, Sukini tiap hari berada di dapur produksi untuk mengontrol kualitas produknya. Ia membanderol keripik tempe Suka Nicky seharga Rp 25.000 –Rp 35.000 per kilogram. Saat ini, kapasitas produksinya mencapai ratusan kilogram sehari.
Rajin ikut pelatihan
Sukini mengatakan, usahanya bisa bertahan lama karena ia menjaga kualitas produk. Walaupun ia membuat keripik tempe di dapur yang hanya berukuran 70 m2, Sukini selalu menekankan kebersihan dan kerapian dapurnya. “Jangan sampai meracuni konsumen karena produk tidak bagus,” tegas perempuan kelahiran 4 Juni 1968 ini. Dengan kualitas terjaga, ia percaya, konsumen akan terus membeli produknya.
Sukini mengatakan, seorang pengusaha harus tahu cara membuat konsumen betah. Dus, ia selalu menjaga komunikasi dengan pembeli yang datang ke dapur produksinya. Ia tak sungkan menunjukkan cara pembuatan keripik tempe Suka Nicky agar konsumen percaya akan kualitasnya.
Di samping itu, yang membuat usahanya bisa berkembang sampai sekarang ialah karena ia rajin mengikuti pelatihan yang diadakan oleh dinas setempat. Melalui pelatihan, ia belajar banyak hal dari sesama pengusaha maupun profesional di bidang bisnis.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.