BI Sebut Rupiah Melemah karena Sentimen Eksternal
Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi, terutama dipengaruhi oleh sentimen eksternal.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi, terutama dipengaruhi oleh sentimen eksternal. Demikian hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang dipimpin oleh Gubernur BI Agus Martowardojo, Selasa (18/8/2015).
Tercatat, pada triwulan II 2015, rupiah secara rata-rata melemah sebesar 2,47 persen (qtq) ke level Rp 13.131 per dolar AS.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara menyebutkan tekanan terhadap rupiah pada triwulan II tersebut dipengaruhi antisipasi investor atas rencana kenaikan suku bunga AS (FFR), dan Quantitative Easing ECB, serta dinamika negosiasi fiskal Yunani.
Dari sisi domestik, kata Tirta, meningkatnya permintaan valas untuk pembayaran utang dan dividen sesuai pola musiman pada triwulan II 2015. Namun, tekanan tersebut tertahan oleh sentimen positif terkait kenaikan outlook rating Indonesia oleh S&P dari stable menjadi positif dan meningkatnya surplus neraca perdagangan.
Sementara itu, perkembangan terakhir menunjukkan bahwa, sejalan dengan reaksi pasar global terhadap keputusan Tiongkok yang melakukan depresiasi mata uang Yuan, hampir seluruh mata uang dunia, termasuk rupiah, mengalami tekanan depresiasi.
"Rupiah mencatat pelemahan cukup dalam (overshoot) dan telah berada di bawah nilai fundamentalnya (undervalued)," paparnya.
Menyikapi perkembangan tersebut, Bank Indonesia telah dan akan terus berada di pasar untuk melakukan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya, sehingga dapat mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Menurutnya, inflasi lebaran 2015 terkendali dan lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi historis lebaran dalam empat tahun terakhir. Hal tersebut ditopang oleh inflasi volatile food yang terjaga dan inflasi inti yang rendah. Inflasi IHK pada Juli 2015 tercatat sebesar 0,93 persen (mtm), atau secara tahunan sebesar 7,26 persen (yoy).
Dengan perkembangan tersebut, inflasi IHK hingga Juli 2015 tercatat masih rendah, yaitu 1,9 persen (ytd). Inflasi inti tercatat sebesar 0,34 pereen (mtm) atau 4,86 persen (yoy).
"Cukup rendah dibandingkan pola historisnya, didukung oleh ekspektasi inflasi yang terkendali dan kegiatan ekonomi domestik yang melambat," jelasnya.
Sementara itu, inflasi volatile food tercatat sedikit lebih tinggi dari pola historisnya, namun tetap terkendali dengan realisasi sebesar 2,13 persen (mtm) atau 8,97 persen (yoy).
Terjaganya inflasi volatile food tidak terlepas dari upaya stabilisasi harga yang dilakukan Pemerintah, baik di pusat maupun di daerah. Berdasarkan perkembangan inflasi sampai dengan Juli, Bank Indonesia memandang bahwa target inflasi 2015 sebesar 4±1 persen dapat dicapai dengan dukungan koordinasi kebijakan pengendalian inflasi di tingkat pusat dan daerah.
Sementara itu, stabilitas sistem keuangan tercatat tetap solid ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan relatif terjaganya kinerja pasar keuangan.
Ketahanan industri perbankan tetap kuat dengan risiko-risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga. Pada Juni 2015, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih kuat, jauh di atas ketentuan minimum 8 persen, yaitu sebesar 20,1 persen.
Sedangkan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan berada di kisaran 2,6 persen (gross) atau 1,4 persen (net).
Dari sisi fungsi intermediasi, pertumbuhan kredit tercatat 10,4 persen (yoy), relatif tidak berubah dari bulan sebelumnya. Sementara itu, pertumbuhan DPK pada Juni 2015 tercatat sebesar 12,7 persen (yoy). Ke depan, sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi dan pelonggaran kebijakan makroprudensial oleh Bank Indonesia, pertumbuhan kredit diperkirakan akan meningkat.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.