Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Wapres Tepis Kekhawatiran Kembalinya Krisis 1998

"Saya kira berbeda, 1999 itu kan krisis yang dirusak perbankan,' kata JK.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Wapres Tepis Kekhawatiran Kembalinya Krisis 1998
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Wakil Presiden Jusuf Kalla. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla menepis kekhawatiran Indonesia bakal kembali mengalami krisis keuangan seperti yang terjadi pada 1998. Menurut Kalla, kondisi saat ini berbeda dengan kondisi 1998-1999.

"Saya kira berbeda, 1999 itu kan krisis yang dirusak perbankan. Karena peraturannya lebih ketat sekarang, perbankan masih bisa cukup baik. Memang yang hati-hati ialah ekonomi nasional harus efisien, itu saja," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Jumat (21/8/2015).

Menurut Kalla, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS serta lesunya perekonomian nasional merupakan fenomena global. Indonesia bukan satu-satunya negara yang mengalami situasi serupa. Kalla bahkan menyebut kondisi di Malaysia lebih parah dibandingkan dengan Indonesia.

"Ini sekali lagi gejala dunia karena China. Malaysia lebih hebat lagi turunnya, minyak turun, saham turun, maka terjadi pelemahan-pelemahan mata uang akibat ekonomi turun. Artinya, rupiah yang turun itu dengan dollar, berarti dollar menguat, orang banyak lari, ekonomi di Asia itu menurun, banyak orang keluar dari Asia di Amerika," tutur Kalla.

Kelesuan ekonomi juga dialami negara lain di kawasan Asia Tenggara, seperti Thailand dan Myanmar. Pasca-devaluasi yuan, ringgit Malaysia, kyat Myanmar, hingga bath Thailand ikut rontok. Dihitung sejak awal tahun hingga Agustus (year to date), kyat turun 24 persen, ringgit 18,03 persen, serta bath sebesar 8 persen terhadap mata uang dollar AS. Kondisi ini juga diikuti dengan rontoknya bursa saham Malaysia yang turun 15,07 persen dan indeks bursa di Thailand yang melemah 5,56 persen.

Adapun Malaysia merupakan mitra dagang penting Indonesia. Bank Sentral Malaysia juga merupakan salah satu pemegang obligasi Pemerintah Indonesia yang cukup besar.

Kalla mengakui bahwa kelesuan yang dihadapi negara tetangga tersebut bisa memengaruhi perbankan Indonesia. Kendati demikian, ia memprediksi dampaknya tidak akan seperti 1998.

Berita Rekomendasi

"Bank bisa memang ada akibat ke bank, tetapi mudah-mudahan tidak seperti itu. Akibatnya, ekonomi sudah terglobal, tidak bisa lagi you batas-batasi. Tidak bisa katakan biar ekonomi China turun, kita tidak, (itu) tidak mungkin karena dia beli dari kita menurun dan dia devaluasi yuan-nya. Itu artinya dia bisa jual lebih murah ke kita, menyaingi produk kita," tutur Kalla.

Hari ini, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS mendekati level psikologis 14.000. Data Bloomberg pada pukul 11.45 WIB menunjukkan, rupiah anjlok ke posisi 13.963 per dollar AS, dibandingkan penutupan kemarin pada level Rp 13.885.

Untuk menghadapi dollar AS yang semakin perkasa, pemerintah terus mengupayakan pengurangan pemakaian dollar. Bank Indonesia telah mengatur secara ketat pemakaian dollar AS di dalam negeri. Di samping itu, lanjut Kalla, pemerintah akan berupaya mengurangi impor.

"Kemudian diusahakan ekspor, tetapi tidak mudah. Karena itu, produksi dalam negeri-lah harus naik. Sempit yang bisa dibuat, tetapi harus dibuat," ucap Kalla.

Penulis: Icha Rastika

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas