Industri Menolak PMK Nomor 20
Target pajak yang diterapkan pemerintah terlalu tinggi membuat Kementerian Keuangan menggenjot setoran perpajakan
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Target pajak yang diterapkan pemerintah terlalu tinggi membuat Kementerian Keuangan menggenjot setoran perpajakan. Alih-alih melakukan diversifikasi perpajakan, Kemenkeu justru menggenjot perpajakan, seperti cukai, industri hasil tembakau (IHT) tinggi-tinggi.
Seperti diketahui, setelah tahun ini pemerintah menargetkan bisa meraih cukai sebesar Rp 120 triliun, tahun depan industri harus setor cukai sebesar Rp 148,9 triliun, atau naik sebesar 23,5 persen.
IHT semakin kelabakan karena Kemenkeu juga merilis Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.04/2015, perubahan PMK No. 69/PMK.04/2009 yang mengamanatkan industri rokok harus membayar cukai di tahun berjalan.
“Aturan ini sangat dipaksakan dan tidak realistis,” kata Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Ismanu Soemiran, Senin (7/9/2015).
Kenaikan cukai yang sedemikian tinggi dan penerapan PMK 20 menurut Ismanu tanpa dikonsultasikan dengan industri. Seperti diketahui, isi PMK 20 adalah penghapusan fasilitas penundaan pembayaran pita cukai melalui mekanisme pencepatan pembayaran tahun berjalan, kian memberatkan industri.
Dengan aturan itu, industri harus menyiapkan uang kontan dimuka untuk pembayaran cukai. Selama ini, industri boleh membayar cukai mundur dua bulan untuk tenggat waktu hasil penjualan.
"Ketika PMK 20 dilaksanakan, ada keputusan mengajukan pembayaran cukai di depan sebelum waktunya, ini membuat industri kehilangan daya,” kritik Ismanu.
Di tengah situasi ekonomi yang sedang menurun tentu bukan perkara mudah menyiapkan dana dalam jumlah besar. Karena itu, aturan ini dipastikan akan melemahkan potensi industri rokok di dalam negeri. “Itu kontraproduktif dan akan membawa multiplier effect yang luar biasa," tegas Ismanu.
Ismanu menuturkan, pada Minggu (6/9) malam memang rencananya dilaksanakan pertemuan informal lanjutan dengan Bea Cukai terkait dengan kenaikan cukai, tapi urung dilakukan. Posisi Gappri sendiri, menurut Ismanu, masih sama yakni menuntut pembatalan PMK 20 dan merevisi target cukai di 2016, serta meminta agar rokok ilegal diberantas tuntas.
Gappri selama ini selalu membuka ruang ruang negosiasi. Namun, layaknya industri, jika terus-menerus tak ada keputusan juga akan menggganggu kinerja bisnis. Sebab waktu terus berjalan, pengusaha membeli cukai di depan.
Seperti diketahui, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi membantah pemangkasan karyawan di industri rokok bukan hanya disebabkan oleh faktor kenaikan tarif cukai. "Kalau itu ada faktor lain, mungkin karena perlambatan ekonomi nggak usah ngomong kenaikan tarif saja," ujar Heru.
Melihat banyak buruh rokok terkena PHK, pemerintah pun masih mengkaji penghitungan kenaikan cukai rokok. Selain itu Heru menyebutkan pemerintah juga masih menghitung jumlah penarikan cukai rokok dari 12 bulan menjadi 14 bulan.
"Itu jadi pertimbangan dari pemerintah, salah satu indikator. Kita masih lakukan kalkulasi," ungkap Heru.
Heru menambahkan jika cukai rokok naik, belum tentu berpengaruh terhadap jumlah pengurangan karyawan. "Pemangkasan itu kalau kenaikan tarif proporsional tentu itu tidak ada pengaruhnya," kata Heru.
DPR juga sudah mengingatkan pemerintah untuk tidak sembrono dalam menaikkan cukai rokok. Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo menegaskan, kenaikan cukai yang semakin tinggi di tahun depan, di tengah kondisi ekonomi yang lesu, adalah kesalahan besar. Dampak yang paling riil dari kenaikkan ini adalah PHK dan tutupnya pabrik serta dampak terhadap petani tembakau. “Dan itu sudah terbukti,” tegas politisi Partai Golkar ini.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.