Hulu Migas Punya Banyak Masalah Non Teknis
Ali Masyhar menjelaskan, industri hulu migas masih menghadapi kendala non teknis.
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Perwakilan SKK Migas wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, Ali Masyhar menjelaskan, industri hulu migas masih menghadapi kendala non teknis.
Salah satunya, kepentingan pemerintah daerah dalam kerangka otonomi daerah, terutama minimnya pengetahuan daerah mengenai dana bagi hasil minyak dan gas bumi.
"Selain itu serta peran daerah dalam bentuk participating interest," ungkap Ali, Selasa (15/9/2015).
Mengingat migas merupakan sumber daya alam yang tidak terbarukan, Ali mengatakan pemanfaatan dana bagi hasil sebaiknya digunakan untuk meningkatkan dan membangun potensi-potensi di daerah. Dalam hal ini pembangunan yang sifatnya lebih jangka panjang dan dapat memacu pertumbuhan sektor lain.
"Paradigma pengelolaan industri hulu migas telah bergeser dari hanya penghasil penerimaandan sumber energi, menjadi penciptaan nilai tambah dengan cara memperkuat dan memberdayakan kapasitas nasional," kata Ali.
Menurut Ali, koordinasi dengan pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) menjadi keniscayaan untuk mencapai tata kelola migas yang lebih efektif. "Transparansi, dialog dan komunikasi intensif merupakan faktor agar semua pihak memberikan dukungan sehingga operasi lancar dan sukses," papar Ali.
Dalam konteks industri hulu migas wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, kontribusinya lebih dari 300.000 barel ekuivalen minyak per hari atau 15 persen dari total produksi minyak dan gas bumi nasional. Jumlah ini akan meningkat cukup signifikan saat Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu mencapai produksi puncak sebesar 205.000 barel per hari pada akhir 2015.
"Saat ini, produksi Banyu Urip berkisar 80.000 barel per hari," jelas Ali.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.