DPR Minta Target Penerimaan Negara 2016 Realistis
Pertama kali dalam sejarah, di 2015, pendapatan industri rokok menurun.
Penulis: Rachmat Hidayat
Editor: Hasanudin Aco
Untuk mengatasi resiko fiskal, Misbakhun mendorong agar Pemerintah mencari alternatif pembiayaan yang minim risiko, sebagai kebijakan politik yang diambil.
Resiko minim yang dimaksud adalah pinjaman yang tanpa syarat menyulitkan pemerintah serta tingkat suku bunga tak memberatkan.
“Misalnya, kita bisa cari utang tak ke pasar tapi berbunga rendah. Bisa lewat multilateral atau bilateral. Presiden (Joko Widodo, red) kan sudah ke Timur Tengah membicarakan kemungkinan mendapat pembiayaan demikian. Ada alternatif lain juga seperti Jepang dan China juga,"ujar Misbakhun.
"Saya yakin upaya presiden itu serius untuk mencari alternatif pembiayaan di saat penerimaan pajak tak tercapai, ini yang terbaik,” katanya.
Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Indah Kurnia menyatakan, bila Pemerintah memaksakan target penerimaan negara terlalu tinggi, maka bisa berkonsekuensi pada meningkatnya resiko pemutusan hubungan kerja (PHK).
Dicontohkan dengan kenaikan cukai 7-8 persen di cukai rokok, ada 20 ribu pekerja di-PHK perusahaan rokok.
"Kalau nanti mau dinaikkan 23 persen, bisa diprediksi 60 ribuan pegawai di-PHK. Itu baru dari pabrik. Belum imbas ke petani dan distributornya," kata Indah.
Anggota Komisi XI DPR lainnya, Maruarar Sirait, menambahkan agar Pemerintah mendnegarkan keluhan para pelaku dunia usaha yang sudah menyatakan akan sulit bila target penerimaan pajak dan cukai dinaikkan Pemerintah. Jauh lebih baik, lanjutnya, Pemerintah menargetkan penerimaan yang lebih rendah tapi tak menganggu sektor usaha.
"Kalau lebih realistis dan usaha tetap hidup, bisa jadi ke depan Pemerintah bisa mendapat penerimaan lebih dari yang ditargetkans ekarang. Kalau Pemerintah memulai dengan optimisme berlebihan, tapi nanti tak tercapai, kan lebih parah. Jauh lebih baik targetnya lebih rendah Rp150 Triliu, misalnya, tapi nanti capaiannya lebih tinggi, itu lebih bagus," Maruarar menegaskan.