Pertamina Dinilai Tidak Bisa Kelola Blok Mahakam Sendirian
Kontrak pengelolaan Blok Mahakam oleh Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation akan berakhir 31 Desember 2017.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kontrak pengelolaan Blok Mahakam oleh Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation akan berakhir 31 Desember 2017.
Selanjutnya blok migas di Kalimantan Timur tersebut akan dikelola PT Pertamina (Persero).
Berbagai dukungan kepada Pertamina untuk mengambil alih Blok Mahakam tersebut sedari awal bermunculan dari berbagai elemen mulai dari DPR, Serikat Pekerja Pertamina hingga LSM.
Hingga akhirnya pemerintah menyerahkan 100 persen pengelolaan Blok Mahakam ke Pertamina.
Namun, Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam mengakui bahwa Pertamina tak bisa mengelola Blok Mahakam sendirian. Pertamina pun kini berharap bantuan Total. Padahal sejak awal pun Pertamina ngotot mengambil alih 100 persen Blok Mahakam.
Mantan anggota Tim Antimafia Migas Fahmi Radhy sekaligus pengamat energi dari Universitas Gajah Mada meragukan kemampuan pendanaan Pertamina dalam mengelola Blok Mahakam.
Pasalnya, butuh dana besar untuk investasi dan teknologi dalam mengelola Blok Mahakam. Belum lagi dari sisi karakteristik berbeda dengan blok migas lain.
Menurut Fahmi, Pertamina beberapa kali menyebutkan mampu, tapi khusus untuk Blok Mahakam itu Pertamina akan kesulitan dari sisi pendanaan. Belum lagi nanti dalam meningkatkan produksinya karena butuh teknologi mumpuni karena karakteristik khusus Blok Mahakam.
"Sehingga mau tidak mau memang butuh teknologi yang dimiliki Total. Oleh karena itu Total tetap digandeng tetapi manajemen boleh dipegang Pertamina," tegas Fahmi, Selasa (22/9/2015).
Kesulitan Pertamina dari sisi pendanaan ini bisa diprediksi. BUMN Migas ini maunya mengurusi berbagai hal mulai dari minyak, listrik, gas dan berbagai proyek energi lainnya.
Seharusnya Pertamina fokus mengurusi urusan hulu migas dan tidak merambah ke yang lainnya. Dalam masa awal pengelolaan Blok Mahakam akan lebih baik Pertamina menggandeng Total karena memiliki pengalaman lebih mengelola blok tersebut.
"Pada tahap awal menggandeng Total paling tepat karena dia punya teknologinya, secara bertahap baru kemudian dialihkan sepenuhnya ke Pertamina," ujar Fahmi.
Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia (KSPMI), Faisal Yusra bilang dari segi teknomik, Pertamina memang sangat sanggup mengelola Mahakam secara mandiri tanpa perlu menggandeng Total E&P Indonesie dan Inpex.
Apalagi sebagian besar proses pengelolaan gas di Mahakam sudah ditangani oleh Pertamina, seperti sektor hilirnya di PT Badak.
"Ditambah dengan lapangannya yang bukan lapangan berisiko sangat tinggi. Secara teknis kompleksitasnya masih di bawah blok WMO yang sudah dikelola Pertamina dengan amat baik," kata Faisal.
Sementara dari sisi pendanaan, Faisal menyebut Pertamina juga sanggup berinvestasi untuk mengelola Blok Mahakam tanpa bantuan perusahaan asing. Apalagi blok Mahakam sudah berproduksi.
"Kami butuh Rp 2 triliun gak masalah karena dapatnya Rp 3 triliun. Jadi masalah pendanaan tidak masalah karena bukan proyek baru," ujarnya.
Selain itu, FSPPB juga menyerukan agar segera menyelesaikan penandatanganan alih kelola dari Total E&P Indonesie kepada Pertamina sebelum akhir tahun 2015, untuk memanfaatkan waktu yang tersisa sampai dengan tanggal 31 Desember 2017 agar menjadi masa transisi yang efektif.
Menanggapi tuntunan ini, Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro bilang, saat ini Pertamina dan Total E&P serta Inpex masih membicarakan peluang untuk mengelola Blok Mahakam secara bersama-sama.
Selain tuntutan terkait blok Mahakam, FSPPB juga mengajukan beberapa permohonan kepada Pemerintah Republik Indonesia, diantaranya, pertama, tidak memperpanjang kontrak kerja sama dengan pihak asing di seluruh Wilayah Kerja di seluruh wilayah Nusantara yang akan berakhir masa kontrak pada saatnya nanti.
Kedua, memerintahkan Pertamina untuk bersiap diri dalam mengelola seluruh wilayah kerja yang sebelumnya dikelola melalui kontrak kerja sama dengan perusahaan asing.
Ketiga, memerintahkan Pertamina untuk tidak melakukan kerjasama bisnis yang tidak mengedepankan prinsip saling menghormati dan saling menguntungkan termasuk sharedown kepada pihak asing yang mengajukan persyaratan yang tidak masuk akal dan merendahkan martabat serta kemampuan bangsa Indonesia
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.