Inflasi Membesar, Anggota DPR Pertanyakan Program Kerja, Kerja, Kerja
Malaysia 3 persen, Filipina 3,3 persen, Singapura 1,5 persen, Thailand 1,8 persen, dan Vietnam 4 persen.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hasanudin Aco
Inflasi Membesar, Program Kerja Kerja Kerja Dipertanyakan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VI DPR Heri Gunawan mengingatkan pentingnya pengelolaan inflasi dalam pencapaian kesejahteraan Indonesia. Pasalnya,, inflasi terkait langsung dengan daya beli serta kesejahteraan masyarakat.
"Inflasi menjadi standar penentuan tingkat suku bunga perbankan (SBI). Inflasi yang tinggi akan mendorong tingginya SBI. Begitu juga sebaliknya, inflasi yang rendah akan mendorong SBI yg rendah. Secara agregat, efeknya bisa merembes kepada jumlah konsumsi nasional dan investasi," kata Heri dalam keterangannya, Minggu (27/9/2015).
Politikus Gerindra mengatakan inflasi yang rendah akan menjaga daya beli masyarakat, yang kemudian akan memicu konsumsi nasional secara agregat di tengah perlambatan ekonomi domestik saat ini.
Pun, secara otomatis, SBI menjadi rendah dan mendorong suku bunga perbankan yang rendah. Ujungnya, investasi bisa dipacu.
"Sayangnya, inflasi yang kita terkenal "kaku." Jadi, meskipun ekonomi tumbuh di atas 7 persen tapi itu tidak berarti apa-apa. Apalagi pada kondisi sekarang, ketika ekonomi hanya tumbuh 4,7 persen, tapi, menurut data BPS, inflasi sudah menyentuh angka 7,18 persen per Agustus 2015 year on year. Angka itu 2 kali lipat dibandingkan tahun lalu yang hanya 3,99 persen.Dan ini mencemaskan. Efeknya bisa kemana-mana," ungkapnya.
Menurut Heri, terdapat dua lembaga yang menjadi garda terdepan dan bertanggung jawab pada pengelolaan inflasi, yaitu Bank Indonesia (BI) dari sisi moneter dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dari sisi riil.
Menurut Heri, inflasi di Indonesia ini lebih banyak disebabkan distorsi di sektor rill (supply barang dan jasa) dari sisi pasokan dan distribusi.
Untuk diketahui, inflasi Indonesia pada tahun 2015 ini adalah yang tertinggi se-ASEAN.
Untuk tahun 2016, menurut prediksi Asean Development Bank (ADB), angka inflasi masih relatif tinggi dibanding negara-negara ASEAN lainnya, yaitu 4,9 persen.
Malaysia 3 persen, Filipina 3,3 persen, Singapura 1,5 persen, Thailand 1,8 persen, dan Vietnam 4 persen.
Heri juga menilai aneh karena rata-rata 50 persen inflasi tersebut disumbang oleh bahan pangan. Komoditas bahan pangan yang paling dominan memberikan andil terhadap inflasi adalah daging ayam ras, beras, cabai rawit, telur ayam ras, dan daging sapi.
Seandainya harga bahan makanan stabil, inflasi hanya sekitar separuh dari tingkat sekarang, yang pada bulan Agustus mencapai 7,18 persen
"Hal itu menjadi menarik---sekaligus aneh, karena pemerintah sering gembar-gembor soal swasembada pangan. Logikanya, kalau produksi terjaga, maka mestinya harga tidak naik dan berakibat pada inflasi. Namun kenyataannya tidak begitu. Ini sekaligus menegaskan bahwa data produksi kita lemah dan seringkali tidak akurat," ujarnya.
Sementara itu, kata Heri, sisi distribusi dan logistik rawan distorsi dan strukturnya masih cenderung kartel yang membuat inflasi makin tinggi.
Hal itu menjadi santapan pelaku komplotan jahat
"Jika inflasi terus membesar, itu berarti akan turut memberikan kontribusi kemerosotan nilai tukar rupiah yang lebih tajam ketimbang negara-negara tetangga yang lain. Akhirnya program kerja, kerja, kerja akan memberikan tanda tanya besar terhadap kesejahteraan rakyat Indonesia," ujarnya.