Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Bahlil Sebut Kewirausahaan Jadi Resep Ampuh Bendung Komunisme

Tidak perlu ada kekuatan militer untuk meredam komunisme dan sosialisme. Cukup galakkan saja entrepreneurship atau kewirausahaan

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hasiolan Eko P Gultom

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Edwin Firdaus

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bahlil Lahadalia membeberkan sejumlah kiat untuk meredam laju paham komunisme dan sosialisme di Tanah Air.

Menurut Bahlil negara harus mendorong semangat entrepreneurship bertumbuh kembang di kalangan warganya.

"Tidak perlu ada kekuatan militer untuk meredam komunisme dan sosialisme. Cukup galakkan saja entrepreneurship atau kewirausahaan. Dengan begitu komunisnya akan mati dengan sendirinya," kata Bahlil saat berbicara mengenai peringatan Hari Kesaktian Pancasila, Kamis (1/10/2015).

Bahlil mencontohkan, paham komunisme dan sosialisme ini tidak laku di negara yang kewirausahaannya sangat kuat seperti Jepang, Amerika Serikat, Taiwan.

Contoh paling dekat, katanya, adalah Korea Selatan dan Utara. Di Korsel, ujarnya, kewirausahaan berkembang pesat sehingga negara ini maju dan paham sosialisme dan komunisme menjadi tidak laku.

"Hal yang sama dengan di Jepang, Singapura, Malaysia, dan Thailand," kata Bahlil.

Berita Rekomendasi

Sedangkan di Tiongkok, lanjut Bahlil, lewat ada liberalisasi dan kekuatan entrepreneurship, sosialisme ditinggalkan sementara komunismenya mulai tergeser hanya ke sistem politiknya. Hal itu, kata dia, akan hilang secara sendirinya.

Bahlil mengatakan, Indonesia sebenarnya memiliki akar budaya sejarah kewirausahaan lewat adanya semangat saudagar untuk berdagang menyeberangi samudera sampai ke belahan dunia lain.

Tapi, ujarnya, budaya kewirausahaan itu perlahan-lahan meredup oleh penjajahan yang menempatkan warga pribumi sebagai kelas pekerja saja.

"Sementara, rekan-rekan dari suku bangsa Arab, Tionghoa, dan India oleh penjajah mereka dijadikan mediator atau pengumpul antara warga pribumi dan penjajah saat itu," kata Bahlil.

Struktur sosial warisan penjajah inilah yang kemudian berkembang pesat di Tanah Air, sehingga kebanyakan warga bangsa ini hanya puas menjadi karyawan atau kelas pekerja saja. Disaat yang sama ketimpangan sosial makin lama melebar. Situasi ini yang membuat lahan bagi tumbuhnya komunisme dan sosialisme makin subur.

"Struktur sosial inilah yang harus direstruktrurisasi oleh negara. Sehingga tercipta peluang dan kesempatan yang sama dalam mengejar kesejahteraan dan kebahagiaan," kata Bahlil.

Sebab itu, kata Bahlil, HIPMI mendorong agar negara menyokong semangat kewirausahaan.

"Jadi, ketimpangan itu harus dilawan dengan negara membuka akses dan kemudahaan bagi setiap warga negara untuk dapat menjadi pengusaha. Jadi pengusaha dan kewirausahaan ini tidak boleh lagi hanya menjadi ikon suku atau etnis tertentu. Ini kurang baik bagi kebhinekaan," kata Bahlil.

Menurutnya, negara perlu secara sengaja meningkatkan rasio pengusaha atas populasi. Saat ini rasio pengusaha atas populasi tidak lebih dari satu persen. Sementara negara-negara maju dan kesejahteraannya kuat mencapai 7 persen dari populasi.

Guna mendorong jumlah pengusaha lebih banyak lagi, Hipmi saat ini tengah menggodok RUU Pengusaha Pemula. Diharapkan tahun depan RUU ini sudah masuk dalam program legislasi nasional, lalu kemudian disahkan.

"Kami sedang siapkan kajian akademisnya. Insyallah tahun depan kita sudah siap," ujar Bahlil.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas