Pengamat: Harga BBM Seharusnya Turun dari Dulu
Fahmi mengkritik dalih Pertamina bahwa yang enggan menurunkan harga demi menutupi kerugian di masa lalu.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Pertamina sedang melakukan penghitungan jumlah besaran penurunan harga premium sesuai instruksi pemerintah.
Namun, Fahmi Radhi pengamat migas dari Universitas Gadjah Mada (UGM), menilai turunnya harga premium bukanlah masalah utama Pertamina, melainkan pengelolaan yang masih tidak efisien.
Fahmi meyakini, jika manajemen Pertamina bisa efisien, penurunan harga BBM seharusnya sudah berlangsung sejak PT Pertamina Energy Trading Limited (Petral) dibubarkan.
Pasalnya, setelah Petral bubar, Pertamina bisa membeli minyak dan BBM secara langsung di pasar dunia.
Dengan demikian, rantai perdagangan menjadi lebih pendek.
"Setelah Petral bubar, harga minyak seharusnya bisa turun," tandas Fahmi, Jumat (2/10/2015)..
Fahmi mengkritik dalih Pertamina bahwa yang enggan menurunkan harga demi menutupi kerugian di masa lalu.
“Ini tidak fair, karena kesalahan manajemen pengelolaan Pertamina ditimpakan kepada rakyat selaku konsumen BBM,” ujar Fahmi.
Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas ini menghitung, penurunan harga premium yang masuk akal saat ini di kisaran Rp 500,00 sampai Rp 1.000,00 perliter dari harga saat ini Rp 7.400,00 per liter.