Ketua Komisi VI: Soal Kereta Cepat, Jepang Berlebihan
Hafiz Tohir menilai, "ngambeknya" Jepang lantaran proyek kereta cepat jatuh ke tangan Tiongkok sebagai sesuatu yang berlebihan.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi VI DPR RI Hafiz Tohir menilai, "ngambeknya" Jepang lantaran proyek kereta cepat Jakarta-Bandung jatuh ke tangan Tiongkok sebagai sesuatu yang berlebihan.
Seperti diberitakan, Jepang berencana meninjau kembali semua hubungan bisnis dengan Indonesia terutama di bidang pertanahan, infrastruktur dan transportasi yang dibidanginya lantaran keputusan proyek kereta cepat.
"Berlebihan," ujar Hafiz Tohir saat dihubungi Kompas.com di Jakarta, Selasa (6/10/2015).
Meski begitu, dia menganggap keputusan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) punya andil besar terhadap kemarahan Jepang tersebut. "Namun sebetulnya salah kita juga karena memutuskan pakai kereta teknologi Tiongkok yang belum proven," kata dia.
Menurut Hafiz, Jepang adalah mitra dagang yang besar bagi Indonesia. Oleh karena itu, untuk meredam kemarahan Jepang itu, pemerintah kata dia harus melakukan pendekatan sehingga situasinya menjadi cair kembali.
"Harus ada pendekatan kembali kepada Jepang. Walau bagaimanapun Jepang adalah mitra strategis indonesia yang positif selama 5 dekade sejak tahun 1966," ucap dia.
Sebelumnya, Menteri Transportasi Jepang, Akihiro Ota sangat menyesalkan keputusan Indonesia yang menyerahkan proyek kereta cepat (shinkansen) kepada Tiongkok.
"Rencana Indonesia menyerahkan proyek kereta api cepat kepada Tiongkok sangatlah disesalkan," kata Akihiro Ota, Menteri Transportasi Jepang dalam konferensi pers, Jumat (2/9/2015) sore di kantornya di Tokyo.
Oleh karena itu mulai sekarang Ota akan meninjau kembali semua hubungan bisnis dengan Indonesia terutama di bidang pertanahan, infrastruktur dan transportasi yang dibidanginya. "Kita akan meninjau ulang semua bisnis Jepang dengan Indonesia di bidang yang saya tangani ini, khususnya mengenai kereta api berkecepatantinggi," tambahnya.
Meskipun telah dijelaskan dengan baik oleh pihak Indonesia, Ota masih tidak mengerti mengapa Indonesia menyerahkan proyek tersebut ke dunia bisnis swasta yang semula ditangani pihak pemerintah dengan serius."Oleh karena itu kita akan mengevaluasi kembali semua kebijakan dengan Indonesia ke depan," ungkapnya.(Yoga Sukmana)